Gue naik lalu langsung cari posisi duduk, perjalanan malam itu tidak begitu lama. Menuju Bali, gue mengambil rute melalui Surabaya dulu. Terima kasih Bang Ken atas bantuan konsultasi & menalangi pembelian tiket menggunakan akunnya. Jadi untuk menghindari keburu - buruan dan risiko kereta telat jadi gue ambil jarak keberangkatan antara kereta satu & kereta lainnya yang cukup jauh, setidaknya 2 jam jarak keberangkatan. Malam itu gue gak tidur terlalu pulas, gue lupa kereta itu mengarah kemana tapi kebetulan kereta itu lewat stasiun yang gue tuju yaitu Surabaya Gubeng. Begitu naik sih gue usahakan istirahat karena kereta yang gue naiki akan tiba di Stasiun Gubeng, Surabaya pada pukul 1.35 dan akan gue lanjut ke Stasiun Banyuwangi Baru pada sekitar pukul 4.30. Selisih 3 jam kenyatannya, tapi tidak apa.
Hari Keempat : Getting Lost
Perjalanan tidak begitu lama jadi gue tidak membeli makan malam, gue punya pia yang tadi gue beli sebagai bekal. Bayu merekomendasikan sebuah angkringan dekat Stasiun Gubeng yang buka 24 jam, jadi gue pikir gue akan kesana saja nanti. Sampai akhirnya gue tiba, malam itu penumpang lain turunnya ada yang berpencar, ada cowo yang bertanya ke petugas stasiun dimana pintu Stasiun Gubeng Baru dan petugas pun mengarahkan ke arah yang berlawanan dari kebanyakan rombongan penumpang yang turun. Gue tidak memerdulikannya saat itu walaupun nantinya gue sesali. Setau gue kereta Jawa biasanya memiliki satu pintu keluar, jadi gue ikuti kemana orang - orang pergi saja.Keluar gue langsung mencari angkringan rekomendasi Bayu, di daerah ojol cukup dibenci oleh ojek pangkalan. Sebenarnya dimana pun begitu sih, hanya saja lebih kontras di daerah. Setiap keluar stasiun ojek pangkalan menanyai tujuan gue, gue mau membuka gadget pun jadi segan, takut dicurigai sedang memesan ojol dan keluar omongan tidak enak dari ojek pangkalan. Padahal gue sedang mencari lokasi angkringan. Bolak - balik tidak ketemu, gue pasrah. Semakin bingung saat melihat pintu masuk stasiun sudah digembok tanpa ada petugas standby. Nanti masuknya gimana? Sampai akhirnya gue sadar, pintu keluar yang gue pakai tadi adalah Stasiun Gubeng Lama sementara check in ada di Stasiun Gubeng Baru.
Semakin menjadi, gue sadar kenapa gue tidak menemukan angkringan dari tadi. Gue salah pintu keluar. Sial! Waktu keluar tadi gue ke arah kiri dan gue tahu tidak ada jalur memutar ke stasiun seberang, gue ke arah kanan pintu keluar dan menemukan hal yang sama. Usaha pencarian gue sudahi, istirahat ke tukang nasi goreng yang gue temui malam itu lalu memesan. Sambil bertanya memastikan mengenai dugaan gue yang ternyata benar. Menunggu pesanan nasi goreng dibuat, gue cek google map. Jauh. Gitu aja. Gue putuskan pesan ojol sesudah makan untuk memutar. Sangat dekat memang jika menggunakan motor. Sambil menunggu ojol datang, gue menyelesaikan pembayaran. Ketika Mas Ojol datang, dia tanpa atribut ojol. Semakin yakin atas perang dingin antar ojol & opang. Setibanya gue di Stasiun Gubeng Baru, gue langsung mencetak tiket dan untungnya minimarket dibuka 24 jam.
Setelah itu gue cari tempat check in, ternyata disegel, tidak bisa masuk. Gue berusaha mencari security yang malam itu bertugas. Gue yakin betul pasti ada yang bertugas, dini hari itu ada dua kereta yang berhenti di stasiun setidaknya yang gue naiki tadi & akan gue naiki nanti, jadi tidak mungkin tidak ada security bertugas. Cukup mudah menemukannya, stasiun bukan lah bangunan yang rumit. Security sedang bermain game online bersama penjaga minimarket yang tidak sedang bertugas. Ketika gue konfirmasi kenapa aksesnya ditutup, ternyata memang sengaja begitu sampai nanti dibuka lagi ketika kereta selanjutnya yang berhenti tiba. Which is kereta yang akan gue naiki dan itu sekitar 3 jam lagi, kurang lebih. Niatan istirahat sambil menunggu kereta batal, gue harus terjaga sampai kereta yang akan gue naiki tiba.
Kebetulan disitu ada kursi menunggu yang cukup ramai, gue duduk untuk istirahat walaupun sebenarnya sulit. Entah itu musibah atau bencana, disitu banyak ibu - ibu membawa bayi & balita beristirahat dan anak - anak mereka cukup berisik. Kondisi yang tidak nyaman membuat anak - anak tidak bisa istirahat dan cenderung menangis. Fine. Berusaha mengabaikan, gue internetan berbekal baterai yang terisi penuh sewaktu menunggu di Stasiun Lempuyangan, Jogja. Sesekali berusaha memejamkan mata, setidaknya berusaha istirahat tanpa terlelap. Sampai akhirnya hampir tiba waktu kedatangan kereta yang akan gue naiki, security mulai bertugas di tempat check in. Gue langsung bergegas ke dalam, melalui pemeriksaan lalu ke toilet. Setelah itu kembali lagi ke security menanyakan peron mana gue naik.
Gue menunggu di peron yang diinfokan, ternyata orang - orang yang menunggu di luar bersama tadi menaiki kereta yang sama. Sepertinya subuh itu memang cuma kereta yang gue naiki yang akan berhenti. Kereta pun tiba, sambil menunggu berhenti dengan baik gue mencari gerbong gue. Kebetulan posisi gerbongnya tidak terlalu jauh dari tempat gue menunggu. Keretanya masih kosong, gue tidak terlalu peduli sih. Simpan tas di atas, pasang charger ke gadget dan gue langsung tidur.
Terbangun beberapa kali untuk minum dan melihat jam, kali ini gue bisa tertidur dengan pulas walaupun dengan kereta ekonomi. Kelelahan membantu gue untuk itu, hingga siang sekitar jam 11 an gue benar - benar terbangun. Aneh memang, sepanjang perjalanan beberapa kali gue terbangun dengan teman sebangku yang berganti - ganti, bahkan di penghujung perjalanan. Ada seorang perempuan ditawari ibu yang duduk di seberang gue untuk duduk di sebelahnya, perempuan itu tidak dapat duduk karena tempatnya diisi orang lain. Ibu yang menawari pun mengalami hal yang sama jadi dia hanya mencari kursi kosong. Gue ke toilet lalu kembali. Nomor gerbong selalu terpasang di ujung dekat pintu keluar, di setiap sisi. Walaupun dalam kelelahan tadi pagi, gue sadar betul soal gerbong yang gue pilih sudah sesuai dengan tiket gue, tapi ketika gue ke toilet tadi gue melihat perbedaan dengan yang seharusnya. Gue curiga gue salah gerbong! Tapi apa benar!? Gue jadi curiga sebenarnya gue yang ambil tempat ibu tadi.
Selesai dari toilet ibu tadi sudah duduk di sebelah tempat gue duduk, lalu gue konfirmasi ke ibu tadi, ternyata pun dia memang tidak duduk disitu. Tapi karena gue konfirmasi, tempat gue diambil dan gue dipersilakan duduk di baris sebelah. Lah!? Posisi gue memang enak, tepat di sebelah jendela, gue udah tidur berjam - jam dengan posisi bersandar di jendela. Gue mengalah, biar ibu tersebut bisa istirahat karena kebetulan dia juga bersama suaminya. Baris itu memang cuma muat berdua, posisi gue diambil lalu dia mengundang suaminya. Akhirnya gue duduk pas di sebelah lorong, sambil menunggu perjalanan gue internetan. Walau akhirnya mengantuk, gue duduk tegap lalu menundukkan kepala. Semakin pulas posisi begitu membuat gue terhuyung hampir jatuh, tidak nyaman. Gue putuskan untuk jalan - jalan saja, sambil berusaha mencari dimana seharusnya posisi gue duduk. Ternyata lebih senggang, maka gue putuskan untuk duduk disitu sambil berpikir positif barang gue aman gue tinggal di tempat gue tadi.
Skip skip, akhirnya sampai di Stasiun Banyuwangi Baru. Gue bergegas ambil barang bawaan gue yang berada di gerbong tadi. Gue hanya tau bahwa dermaga sangat dekat dengan stasiun, pilihannya simpel. Ada bis yang langsung ke Denpasar dari Banyuwangi, kita bisa naik langsung (harga tiket termasuk ferry) atau kita bisa naik ferry dulu baru nanti cari bis nya di dalam yang berarti tiket ferry nya kita tanggung sendiri. Gue belum mengambil keputusan, sekeluarnya dari stasiun seperti biasa gue mengikuti mayoritas orang mengarah. Terutama bule, gue tau mereka pasti ke Bali. Sekeluarnya ke jalan utama sudah ada bis yang menawarkan ke Denpasar, kadang calo suka memainkan harga. Dia memaksa kita naik dulu, gue kurang suka sebenarnya tapi gue ikuti dulu. Sesampainya di dalam bis gue langsung tembak berapa harganya, gue menjaga diri agar tidak dibohongi. Saat ditanya pun jawabannya bergumam, entah 60 atau 80 ribu rupiah. Gue tegaskan kembali, "60 ribu Pak!?", diiyakan. Bagus. Setelah gue duduk dengan tenang, walaupun cemas juga. Berdasarkan review yang gue baca, lebih baik kita mencari bis di ferry karena pasti sudah jalan, sementara posisi gue masih ngetem sampe waktu yang tidak bisa ditentukan.
![]() |
Harbour Life |
Perasaan tidak enak semakin menjadi, penumpang yang naik tidak begitu banyak. Jika menunggu penuh maka bisa sore gue mulai berangkat. Tapi akhirnya perasaan tidak enak itu hilang, bis tidak menunggu penuh. Sekitar 3/4 jam ngetem, bis berangkat ke dalam ferry. Penumpang dipersilakan turun jika ingin menikmati pemandangan selat.
Tentu gue tidak menyia - nyiakan kesempatan, gue turun lalu mencari tempat untuk menikmati pemandangan sambil memfoto pemandangan. Sayang sekali cuma bisa diambil menggunakan kamera gadget. Penyebrangan antar dermaga tidak begitu lama, tidak sampai 1 jam jika gue tidak salah ingat. Setelah sampai Dermaga Gilimanuk kita harus turun, melapor ke petugas. Dampak serangan bom Bali dulu sepertinya, KTP diperiksa. Jika sudah boleh naik ke bis kembali melanjutkan perjalanan ke Terminal Mengwi, Badung. Perjalanan cukup lama jika dihitung dari Banyuwangi, sekitar 4 jam. Tarif 60 ribu pastinya sangat murah dibanding Jakarta - Bandung yang bahkan dengan durasi lebih sebentar.
Katanya dulu bisa langsung ke Terminal Denpasar, tapi karena ada perubahan kebijakan oleh pemerintah Bali maka dari Banyuwangi bis hanya akan stop di Terminal Mengwi. Sambil berjalan kebingungan, banyak calo, tendensi tinggi terhadap ojol dan wilayah yang bukan tengah kota maka gue cuma celingak - celinguk mencari jalan ke Denpasar di sore menjelang malam itu. Seperti biasa, mencari orang yang kemungkinan searah. Ada bule dan guide nya yang tadi gue temui di ferry, bule pasti pergi ke selatan Bali. Setidaknya itu yang ada di benak gue saat itu, mereka naik bis kota. Kernet berteriak, "Denpasar, Denpasar!". Well, nice. :)
Menikmati harum Bali yang khas, gue menikmati perjalanan itu. Waktu kecil dulu gue pernah tinggal di Bali, setahun setidaknya. Harum sesajen dan minyak babi tertanam baik di memori gue. Bule dan guide nya turun sebelum Denpasar, ah tidak apa.. Gue yakin populasi ojol di Denpasar lebih tinggi dari pada Badung, jarak ke hotel gue di Kuta pun jauh lebih dekat. Jadi tidak perlu khawatir memilih angkutan yang tepat. Sesampainya gue segera menjauh agar aman memesan ojol sambil diteriaki penawaran ojek dari opang, tapi lagi - lagi gue ke arah yang salah haha. Sepanjang jalan di depan Terminal Denpasar haram hukumnya untuk ojol mengangkut penumpang. Akhirnya harus kembali ke terminal ke arah satunya (sambil diteriaki lagi) menuju persimpangan terdekat dimana ojol yang gue pesan sudah menunggu di persimpangan. Kanda sudah lelah dinda.
Gue tidak langsung ke hotel, melainkan ke tempat makan. Mencari restoran sate babi yang recommended menggunakan google map. Ternyata tidak semulus saat di Jogja, restoran tersebut tidak ada. Entah salah google atau gadget pengguna saat menentukan koordinat lokasi restoran. Untung Abang Ojolnya baik, gue diantar ke food court terdekat. Ini Bali, tidak sulit mencari sate babi. Ada saja yang menjual menu itu. Setelah makan gue mencari minimarket untuk membeli minum & sedikit snack, baru setelah itu memesan ojol lagi untuk mengantar ke hotel. Mengakhiri petualangan sesat hari itu....
No comments:
Post a Comment