Monday, July 1, 2013

Siraman Teh

Teh, siapa yang tak kenal teh? tak kenal tingkatan kasta saat minum teh, keyakinan apa saja boleh menikmati cita rasa teh sampai yang tak berkeyakinan sekaligus, ras apa saja boleh minum teh walaupun kita terkadang rasis juga dalam mengelompokkan teh. Teh hitam, teh hijau dan teh merah atau entah ada kategori apa lagi bagi teh ini. Dinikmati pagi - siang - malam sah saja, berbeda dengan kopi -- walaupun sama - sama minuman tanpa batas tapi kopi sangat tidak disarankan bagi kalian yang ingin bangun pagi untuk dikonsumsi pada malamnya. Dingin atau panas sah saja, tak ada batasan bagi penduduk belahan bumi manapun sampai astronout yang sedang bertugas pun dapat menikmatinya. Tak ada pantangan minum teh, aku tak tahu jika ada penyakit terkait jika menikmati teh, paling setahuku hanya hambatan gula bagi mereka "pemilik" penyakit yang dapat terpicu oleh glukosa yang terdapat di dalam gula. Tanpa gula pun tetap nikmat.

Jika kalian kesal terhadap seseorang siram saja dengan teh, jika kalian tidak didengarkan siram saja dengan teh, teh sekarang pun bisa menjadi penyampai aspirasi yang sehat dan manis (jika pakai gula). Siraman teh lebih nikmat dari pada siraman rohani, sebab seperti yang aku sampaikan tadi, teh tak mengenal batasan ruang dan waktu. Teh juga bisa memadamkan amarah seseorang, sering kali kutemui dalam rapat - rapat "dengan urat" anggotanya disuguhi teh -- mungkin sebagai pereda emosi, mungkin.

Mungkin teh juga bisa memadamkan panasnya api yang kemarin sempat berkobar di Riau yang asapnya sampai ke rumah tetangga atau bisa saja kita suguhi saja mereka dengan teh agar presiden kita tak perlu meminta maaf pada mereka. Seakan musibah itu kesengajaan bangsa. Sementara di lain waktu presiden kita sedang sibuk menerima kaos jersey dalam pertemuan kehutaan bertema mangrove / bakau yang menurut ku gak nyambung. Gak senyambung teh yang bisa diminum bagaimanapun, mungkin pak pres kita ini butuh siraman teh.

Siraman teh itu esensinya bisa mengandung arti dalam, disiram teh kita diharapkan mau peduli terhadap sekitar seberapa buruk, jelek atau bodohnya itu. Kita bisa lebih mau mengerti sehingga kita menjadi pribadi yang universal namun khas apa adanya seperti teh. Jadi gak seperti siraman rohani tadi, sebatas agamamu.... begitu kamu pergi ke rumah orang lain pemahamanmu kurang dimengerti bahkan ditolak, berbeda dengan teh. Lalu kamu juga tidak perlu memaksakan pemahaman rohani mu pada orang lain sampai kau mengusir dari rumahnya seperti yang terjadi pada saudara kita di Sampang, mereka sempat tidak bisa menikmati teh di rumahnya. Halah jangankan menikmati teh di rumah, membeli teh pun rasanya sulit karena hidup terbengkalai bak bangkai sementara presidennya sedak asyik dijamu teh di New York sambil menerima penghargaan terkait kemanusiaan. Aku juga terlambat info soal saudara kita di Sampang ini apakah mereka sudah bisa lagi menikmati teh. Aku terlampau santai menikmati teh ini.

Teh sudah dinikmati sejak perang kolosal terjadi seperti The Legend of Three Kingdoms terjadi, bom atom pertama dijatuhkan sampai sekarang pun masih. Dan yah semua itu diperangkan bukan atas nama teh bahkan dalam "panas"-nya peperangan tersebut terkadang mereka juga menikmati teh tak peduli kubu musuh juga penikmat teh, tanpa gengsi mereka menikmati teh bersama walau dalam kubu berlawanan. Secara tak sadar teh sudah menyatukan kita. Oh siraman teh.


No comments:

Post a Comment