Saturday, March 16, 2013

Mount Bromo Trip. [III]

Akhirnya sampai juga di perumahan Suku Tengger, malam itu cukup indah, bintang terlihat jelas. Berbeda dengan kota yang langit malamnya berwarna oranye. Begitu sampai kami dihampiri jasa atau mungkin calo yang menawarkan Jeep. Ada dua pilihan wisata, 2 titik atau 4 titik. Gw tidak hapal betul tarif 2 titik wisata, mungkin sekitar 400 - 500 ribu jika tidak salah dan 4 titik dengan tarif 750 ribu. Dengan beberapa perundingan dan juga tawar - menawar akhirnya kami memilih tujuan 4 titik wisata dengan harga 650 ribu *tarif penyewaan Jeep dan supirnya* dengan tiket masuk yang kami tanggung sendiri. Setelah tawar - menawar itu kami berfoto sebentar lalu beristirahat sebelum nanti sekitar pukul 4 subuh kami memulai perjalanan kami menggunakan Jeep menuju pendakian pertama Gunung Bromo, tempat kami menyaksikan matahari terbit.

Tiba saatnya kami berangkat, menurut gw sih istirahat tadi cukup namun teman - teman yang lain sepertinya tidak, mereka masih mengantuk. Sebelum masuk ke kawasan wisata kami harus membeli tiket terlebih dahulu sambil mampir buang air kecil dengan antrian yang cukup lumayan dan tarif toilet yang cukup menggila. Tak apalah. Benar, teman - teman belum merasakan istirahatnya tadi dengan baik, sepanjang perjalanan menuju titik pertama semua tertidur kecuali gw dan supir walaupun dengan jalan yang memang tidak rata, namanya juga jalan gunung. Sepanjang jalan benar - benar gelap - gulita, kami tidak berangkat sendiri saat itu, banyak rombongan Jeep lain yang memiliki tujuan yang sama sehingga jalan yang nampak "buta" tersebut setidaknya cukup jelas arahnya. Setelah melewati padang pasir di daerah itu, kami naik lagi dengan tanjakan yang cukup terjal. Seperti yang gw bilang pada artikel sebelumnya, medannya memang berat, mobil - mobil kota takkan mampu melewatinya. Di perjalanan itu gw temui beberapa pengendara motor yang juga sedang naik menuju tujuan yang sama, beberapa tumbang dan harus menepi karena mesin yan tidak kuat. Di samping pengendara Jeep yang tidak memacu pelan kendaraannya, dengan medan terjal begitu memang tidak mungkin memelankan kecepatan dan juga malam itu sudah dapat dipastikan tidak ada yang turun ke bawah melawan arus naik.

Titik Pertama :

Tempat kami menyaksikan matahari terbit, akhirnya kami sampai. Perbedaan suhu yang cukup signifikan dibanding di perumahan Suku Tengger tadi, memang dingin di tempat tadi, tapi ini benar - benar dingin. Perlahan kami menaiki tangga menuju tempat tertinggi di tempat itu, suhu yang dingin dan minim pencayahaan menahan kecepatan kami. Sudah ramai di tempat itu, sulit sekali mendapat tempat terbaik. Subuh itu kami menunggu, menunggu sang surya untuk terbit. Di antara kami tidak ada yang tau arah timur pada daerah itu sehingga hotspot yang sebenarnya telah kami tempati malah kami tinggalkan dan itu ulah gw haha. . . Matahari mulai terbit, semua orang berkumpul di tempat yang lebih mengarah timur, kami harus mencari celah demi mendapatkan sudut terbaik dengan kondisi yang sudah ramai itu agar matahari terbit terlihat setidaknya cukup jelas. Gw bersama Unyi mencari tempat lain, yang terlewatkan oleh orang lain. Ternyata ada, walaupun matahari sudah cukup "di atas" tapi tak apalah lanjutkan saja. Selesai itu kami mencari mushola, teman - teman gw ingin melaksanakan ibadahnya. Suhu itu memang dingin, banyak yang melewatkan ibadahnya waktu itu tapi teman gw tak mau. Kesulitan air tak menghambat mereka, wudhu menggunakan pasir pun dilakukannya. Lalu kami turun sedikit lagi di mana kios - kios menjajakan dagangannya untuk sarapan, 2 buah pisang goreng, mie ukuran dobel dan jahe hangat menjadi menu sarapan gw pagi itu.




Titik Kedua :

Tujuannya kali ini kawah belerang, kami ada batas di mana mobil Jeep harus diparkirkan sehingga kami harus lanjut menuju kawah itu dengan berjalan kami di tengah hamparan Padang Pasir Bromo dan kotoran kuda yang tak jarang kami temui. Untuk informasi, mayoritas penduduk Suku Tengger itu adalah pemeluk agama Hindu, tak asing ketika gw menemukan satu - satunya bangunan di tengah padang pasir itu, sebuah Pure yang sepertinya telah dibangun cukup lama karena terlihat sangat natural dan handmade menurut gw. Itu cukup melelahkan, selain karena matahari yang cukup cerah sehingga pasir - pasir itu memantulkan cahaya dengan cukup baik juga medan perjalan yang menanjak ditambah dengan bau kotoran kuda yang menyengat. Yeay! Perjalanan itu memang berbukit namun sebelum tiba di kawah kami menaiki sebuah tangga yang konon siapa pun yang menghitungnya pasti takkan pernah sama jumlah anak tangganya. Yah jelas, perjalanan naik itu dilakukan dengan perjalan yang cukup jauh sekitar 1 kilometer atau mungkin lebih menurut perkiraan asal gw dan uap belerang yang semakin mendekat maka semakin tercium baunya. Setiba di atas pun kami tak lama, napas kami sesak, mata kami pedih, kandungan belerang di atas situ cukup kuat. Anehnya demi view di situ, tak sedikit orang tua yang membawa balita dan bayinya, cukup mengecewakan. Setelah itu kami langsung turun. Di perjalan turun, lagi kami bertemu senior kami dari SMK yang sebelumnya bertemu di kereta. Reuni kecil sempat kami lakukan lagi.

Titik ketiga:


Inilah bukit teletubies, tak seperti yang gw bayangkan sebelumnya. Ada sebuah rumah kecil ala Hobbit di film trilogi Lord of The Rings, matahari bayi, kelinci liar yang bersahabat dengan makhluk teletubies atau mungkin kios penjual kue tubbie setidaknya. Ternyata julukan itu diberikan karena wilayahnya yang berbukit, sangat ingin menaklukan bukit - bukit kecil itu dan tidur di sana, seperti yang dilakukan para teletubies, namun kami sedikit cukup merasa lelah dan juga matahari sudah cukup terik. Kami mencari daerah dekat yang jarang ilalangnya, gw dan Yoga tidur di situ sementara teman yang lain hanya duduk - duduk saja beristirahat. Entah berapa lama gw tertidur saat itu, matahari membangunkan gw dengan teriknya. Sial benar - benar panas. Gw langsung terbangun dan begitu pun Yoga, kami menuju sebuah PKL di dekat Jeep kami di parkir sambil diikuti yang lain di belakang. Ternyata mereka juga merasakan yang sama, akhirnya kami melanjutkan ke titik yang terakhir saja.

Titik terakhir:

Sebenarnya tidak ada yang spesial dari tempat ini, hanya saja jika kita memilih sudut yang tepat, foto - foto yang kita ambil di situ akan terasa arabian desert wannabe pada hasil potretannya. Hanya sebentar saja, bahkan Linda dan Yoga tak ikut turun, selain suhu, angin yang berhembus membawa banyak pasir dan itu terasa tidak nyaman bagi kami, kami langsung menuju Jeep saja. Kali ini gw dan Iinu bertukar posisi duduk, awalnya dia di depan bersama Linda. Diubah karena Unyi, Ulul, Iinu dan Yoga ingin bermain poker bersama di belakang. Unyi diam - diam tertarik juga akan permainan itu dan mereka bermain sepanjang perjalan kami kembali ke perumahan Suku Tengger.

Kembali. . .

Setibanya di perumahan Suku Tengger, kami langsung berpaling ke Malang. Lelah sudah jelas terasal. Hanya Yoga dan Ulul yang benar - benar terjaga sepanjang perjalanan sementara sisanya sesekali tertidur. Istirahat memang perlu, kami tiba pada kondisi di mana Yoga menggila dalam membawa kendaraan yang kami naiki. Tepat di belakang kami sebuah tronton terus membunyikan klaksonnya, bukan kepada kami, tapi kepada mobil Jeep jauh di depan kami. Mobil itu berjalan pelan di ruas jalur cepat, tak tahu sengaja, tak tahu atau iseng. Tertahan 4 mobil di belakangnya dan beberapa motor. Tak tahan, Yoga memacu kendaraan melawan arah. Gw sadari 1 hal, pengemudi Jeep tersebut itu sepertinya bodoh dalam berkendara. Dia tetap menjaga posisinya dan mobil di depan kami sudah sangat dekat. Tuhan masih melindungi perjalanan kami, kami selamat. Salah saja maka itu adalah kecelakaan mobil, gw yakin betul Yoga dan Ulul takkan turun dari mobil dengan keadaan normal lagi.

Akhirnya kami benar - benar bisa beristirahat, Unyi dan Ulul tak langsung istirahat. Ulul harus menemani Unyi mencari langsung tiket pulang menuju Jakarta, urusan bisnis menunggunya lusa, jika berangkat bersama kami maka dia akan melewatkan rapat penting itu. Walaupun harus ngeteng yang notabene lebih mahal, jauh dan lebih melelahkan tapi itu tetap dilakukannya. Sorenya Iinu bersama Yoga mengembalikan mobil, Linda dan gw lanjut beristirahat. Setelah Ulul selesai menemani Unyie sampai berangkat dan Yoga dan Iinu pun selesai kami mencari makan malam. Tidak mungkin gw dan Yoga tidur di kos Iinu maka kami berpindah ke kos Ulul. Yoga langsung tertidur tak lama kami merebahkan badan di kasur Ulul. Paginya dia langsung berangkat ke Yogya dan sore sekitar pukul 4 gw dan Linda juga berangkat menuju Jakarta.

@Stasiun Malang

@Stasiun Jatinegara, Temenin Linda Menunggu Kereta ke Bogor.



No comments:

Post a Comment