Sunday, January 27, 2013

Busway, Transportasi Massal Jakarta


Busway? Maaf, Transjakarta tapi sebenarnya begitulah Transjakarta biasa disapa -- "Busway", padahal itu adalah nama jalur khusus tempat Transjakarta melintas. Reputasi Transjakarta tidak kalah dengan artis dalam negeri, kadang ditunggu - tunggu dan dikerumni saat kedatangannya namun jika memiliki kesalahan dicaci hingga dirusak karena suatu kekeliruan. Keberadaan Transjakarta ini memang sudah dinanti warga Jakarta dan sekitarnya, pasalnya belum ada kendaraan umum yang berintegrasi di Jakarta dan memiliki hak istimewa pula di jalanan Ibukota yang macet, yaah walaupun kadang diserobot juga.

Semua menginginkan Jakarta yang bersih, bebas banjir dan macet. Sebelum itu mari kita pisahkan banjirnya terlebih dahulu karena itu sudah keluar dari konteks pembicaraan. Bersih dan bebas macet, pengalaman saya sendiri saya belum pernah merasakan Jakarta yang begitu. Faktor - faktor penghalangnya banyak baik dari pihak pemerintah ataupun kita sendiri. Pemerintah sudah melakukan langkah yang cukup signifikan dengan diadakannya Transjakarta ini namun belum tegas melaksanakannya. Busway masih bebas diakses oleh kendaraan pribadi dan tidak ada sanksi tegas terhadap pelanggarannya. Saya pun orang yang menggunakan busway dengan motor saya, namun nanti saya jelaskan. Kembali ke topik, hasil dari pelanggaran ini menyebabkan tidak sedikitnya korban meninggal akibat tertabrak Transjakarta. Massa mengamuk menghancurkan hingga membakar bus Transjakarta, bagi saya ini merupakan kekeliruan. Jelas itu risiko memasuki jalur terlarang dan sudah hak bus Transjakarta memacu gas (dengan batas kecepatan yang ditentukan) di jalurnya. Akibat dari masuknya kendaraan pribadi ini maka busway menjadi macet, mengganggu kenyamanan penggunanya.

Lagi - lagi pemerintah harus tegas menetapkan larangan memasuki busway. Memang beberapa koridor tidak bisa ditetapkan peraturan seperti ini seperti salah satunya koridor 7.09 di wilayah Kramat Jati dikarenakan jalur di daerah tersebut hanya terdiri dari 2 - 3 ruas jalan. Tapi untuk jalur lain apalagi di tengah kota Jakarta ini akan sangat berguna. Kerasnya pemerintah melarang penggunaan busway akan mendorong para pengguna kendaraan pribadi untuk berpindah pada transportasi umum yang tidak memiliki sumbatan di jalurnya, Transjakarta.

Oia saya akan menjelaskan alasan saya memasuki busway dengan kendaraan pribadi saya, masalahnya mudah -- Transjakarta belum memiliki armada yang cukup dan baik. Sekali saya menggunakan Transjakarta untuk perjalanan ke klien saya di Tangerang dari Pasar Senen dan ini memakan waktu hampir 3 jam, menunggu hampir 2 jam baru hanya untuk menunggu bus di shelter Pasar Senen. Sungguh tidak efektif. Belum lagi tata tertib dalam pergantian keluar - masuk pengguna Transjakarta sungguh tidak rapih, betapa kasarnya para pengguna transportasi massal ini menerobos selagi yang lain keluar. Tidak peduli dia itu lansia, ibu - ibu, perempuan. . . terobos saja, dari pada menunggu bus berikutnya yang memakan waktu lebih lama.

Ada pun beberapa faktor lain seperti tertabrak bus Transjakarta saat menyebrang, bus terbakar akibat kebocoran solar atau pun hal - hal lainnya saya rasa itu harus menjadi perbaikan diri masing - masing. Saya mengkhususnya pada kedua hal tersebut. Warga Jakarta memang hebat, mereka bisa menyebrang jalan raya dengan tenang di mana pun. Menurut saya ini perilaku yang tidak tahu aturan, padahal tidak jauh beberapa meter darinya terdapat jembatan penyebrangan, tetapi tidak, mereka menerobos jalan raya. Ditambah kelalaian penyebrang, tidak sedikit saya dengar kasus penyebrang tertabrak bus Transjakarta. Lalu seringnya kebakaran bus, sangat terlihat bahwa perawatan armada jarang dilakukan kecuali mogok saat beroperasi. Cat mengelupas hingga terlihat karat. Sangat tidak layak bagi sebuah bus yang terus - menerus diisi penuh oleh orang.

Satu apresiasi saya terhadap Jokowi yang dengan naiknya Beliau maka terlihat mulai terawatnya armada - armada Transjakarta, di mata non-pengguna Transjakarta (saya). Di tambah Beliau sedang berencana membuat peraturan yang menyulitkan pengguna kendaraan pribadi untuk melintas dengan bebas di jalur utama Jakarta dengan tujuan mendorong digunakannya kendaraan massal agar tercapainya Jakarta bebas macet dan udara bersih. Saya setuju dengan program tersebut, walaupun banyak kontra yang timbul juga pengelakan terjadi terhadap peraturannya (Plat Genap - Ganjil) dengan membuat satu plat palsu lawan jenis plat yang dimiliki. Jika pun terjadi dan berhasil peraturan perketatan tersebut, maka saya menanyakan apakah siap kendaraan massal mengangkut ratusan ribu jiwa untuk datang dan keluar dari Jakarta secepat mereka masing - masing menggunakan kendaraan pribadinya? Atau bahkan lebih? Lalu tolong ingat, kenyamanan dan keamanan tetap menjadi prioritas. Saya harap itu mampu dilakukan.

Wednesday, January 9, 2013

Motivator Omong Kosong

Suatu pekerjaan yang katanya hebat, memberikan inspirasi bagi banyak orang. Memberikan pandangan - pandangan baik atau keputusan bijak dalam menjalani sebuah hidup. Namun sayangnya menurut gw itu omong kosong, motivator itu bisa siapa saja -- bahkan pembunuh sekalipun. Pada prinsipnya ilmu bisa dipelajari dari mana saja, sekali lo menutup salah satu jalur ilmu pengetahuan maka gw sayangkan itu karena lo rugi. Jadi dogma bahwa motivator adalah orang yang memberikan seminar - seminar dan membagikan ilmunya bagi gw adalah suatu omong kosong. Gw tetap berpendirian pada prinsip gw, ilmu bisa dari mana saja.

No offense pada orang yang menggeluti bidang ini, ini sah saja karena toh halal. Gw menujukan pada mereka yang terlena oleh gemerlap pendapat - pendapat bijak oleh motivator, bagi gw mereka pemalas! Walaupun tidak semua. Sejatinya ilmu terbaik adalah pengalaman, gak ada yang bisa benar - benar mengingatkan lo sebaik pengalaman, seberapa lo diangkat ke posisi yang lumayan dan dihempas sampai hina. Itu sangat berharga, sebuah seminar oleh Bill Gates, B.J. Habibie atau siapapun orang hebat di dunia ini takkan mampun menandinginya. Jadi ketika lo duduk manis mendengarkan orang sukses bercerita itu menurut gw ilmunya sedikit dan yah bisa kita lihat kita cuma duduk terpana oleh karisma motivator tersebut. Bisa saja gw sebut para hadirin seminar tersebut adalah konsumer. Bukan para creator atau innovator yang kerjanya justru utak - atik gak jelas mewujudkan imajenasinya.

Kasus - kasus yang terjadi riil, banyak sekali mereka yang bijak dalam berkata. . . namun dalam kehidupan sehari - hari nilai kepribadiannya cenderung rendah. Mengapa? Karena mereka hanya terbiasa mendengarkan suatu motivasi, cerita sedih yang membangkitkan semangat tapi tidak pernah merasakan jatuh. Jatuh yang dalam artian mendapat cobaan terbaik dalam hidupnya, mereka yang selalu pada zona nyaman. Mereka yang menghadiri seminar dalam pandangan gw malah cenderung terlihat seperti milyuner muda, bangga dan berapi - api akan motivasi yang baru didengarnya tapi kosong. Ingat Toph Ittipat pemilik bisnis kudapan rumput laut yang marak dijual di 7-eleven sebelum menjadi milyuner muda adalah anak yang nguntang - ngantung gak jelas yang bersikeras berbisnis tanpa tujuan, rugi dan terus merugi, tapi dia terus belajar dan itu yang harus dibayarnya demi ilmu dalam berbisnis *eits bukan demi kesuksesan*.

Bagi gw, motivator terbaik gw adalah pengalaman - pengalaman gw, di samping itu ada orang - orang sukses (bukan motivator) yang gw temui yang telah membuktikan bahwa obsesinya nyata. Mereka pun sama, pernah merasakan jatuh. Itu yang menjadikan gw semangat pada posisi paling rendah yang gw miliki, kadang gw menikmatinya sebagai salah satu cerita hidup gw. Ketika gw membayangkan orang - orang sukses itu merana demi obsesinya, mereka juga menikmati kesusahan itu. Satu hal yang gw yakini, gw berada jalur yang tepat menuju obsesi gw. Ini bukan kunci kesuksesan, ini versi gw dimana gw merasa yakin menjalaninya. Setiap orang memiliki plot motivasi yang berbeda sesuai obsesinya dan yah cuma pengalaman lo yang membuat lo paham betul tentang "Si Sukses" apa lo ini. Renungan - renungan juga koreksi dalam hidup lo sendiri kadang bisa menjadi kata mutiara yang lebih super dari pada punya om mario.

Gw harap orang - orang seperti ini berkurang, jika pun tetap tapi mereka tidak hanya berkutat mendengarkan saja. Yah seperti yang gw katakan tadi, itu hanya perilaku konsumtif dan nilainya tidak lebih dari kepuasan batin. Sama seperti junkfood. Maka tidak salah ketika gw katakan seorang motivator hanya omong kosong. Motivator terbaik tetap pengalaman dan obsesi lo, asistennya adalah orang - orang yang menginspirasi lo -- yah salah satunya motivator yang sering mengadakan seminar tadi.

Wednesday, January 2, 2013

Menurunnya Interaksi Oleh Kecepatan Informasi


Sekarang dunia berkembang cepat, dulu tiap awal bulan ngarep - ngarep dapet pos dari emak di kampung atau malam dapet telepon dari rumah gara - gara kalo telepon interlokal pada malam hari lebih murah. Semua sudah bisa dilakukan jauh lebih efisien, klo Sudjiwo Tedjo bilang tingkat kangen paling dasyat ketika dua orang tak saling telepon, SMS, BBM, tapi keduanya diam - diam saling mendoakan -- maka sekarang sudah jauh berbeda. Mention saja, di facebook, twitter, google+ atau situs jejaring sosial lainnya. . . ngobrol panjang lebar dan terobatilah kangennya. Namun apakah semudah itu?

Pernah terdengar sama gw suatu istilah yang sedikit aneh bahwa internet itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Semua orang seperti terpana oleh teknologi sehingga timbul opini itu. Tapi benar juga kalo diperhatikan, mata semua orang sekarang tertuju pada satu objek. Gadget. Tidak hanya pada saat waktu kosong, di tengah suatu komunitas pun bisa dilakukan. Menurut gw itu malah merenggangkan interaksi komunitas itu sendiri. Gw tidak menolak perkembangan dunia informasi, yah gw pun berkarir di bidang itu. Jujur saja nyatanya gw melihat langsung kerenggangan akibat ini.

Tidak sedikit mereka yang dulunya lumayan aktif dalam suatu ruang lingkup sosial riil menjadi redup, cenderung lebih aktif pada dunia mayanya. Ini terlihat cukup kontras. Apakah ini dampak negatif adanya perkembangan teknologi informasi? Gw juga menolak itu, menurut gw ini terjadi pada faktor internal maupun eksternal. Gw menemukan mereka yang tertutup dan pendiam di dunia riil, begitu aktif dan kritis di dunia maya. Interaksi sosial secara riil memang memiliki tantangan tersendiri, kita tidak hanya dihadapkan oleh teks - teks, emoticon dan profile picture lawan bicara namun juga tanggapan juga ekspresi langsung. 

Berbeda dengan eksternal, ini yang menyebabkan gw juga teralih ke dunia maya pada saat di tengah komunitas. Komunitas itu tersendiri nyatanya sibuk dengan dunia mayanya masing - masing, sehingga terlihat kita cenderung mati gaya. Lebih lanjutnya ini juga yang menuntut kita untuk mengikuti gaya tersebut. Tuntutan ini pun yang menyebabkan suatu kekonyoloan, melakukan interaksi maya ketika sedang duduk berkumpul bersama. Tiga sahabat yang duduk bersama di suatu kafe dan berbincang bersama menggunakan twitter atau facebook, sementara di dunia nyata terlihat seperti orang yang sibuk dengan gadget bersama sambil senyum - senyum tanpa memperdulikan teman semejanya. Ini cuma karangan gw aja, tapi toh terjadi.

Oia tolong diingat, komunitas ini bukan semacam club atau perkumpulan orang sehobi. Maksud gw ini adalah sekumpulan manusia yang berkumpul pada suatu tempat, melakukan interaksi sosial secara riil. Keluarga, teman, urusan bisnis atau apapun itu dan motifnya pun beragam. Gw pernah iseng membandingkan ini dengan beberapa teman gw di luar negeri. 

Elizabeth, teman gw yang satu ini tinggal di London. Dunia kami sungguh berbeda, sebuah pesta benar - benar sebuah pesta. Sementara di sini kita masih nongkrong - nongkrong sana sini, hang-out sampai clubbing maka mereka juga melakukan itu di rumah. Pesta bukan hal yang tabu di sana, demi kesenangan *eits gak semua kesenangan itu buruk lho. Gw pernah berbincang cukup lama dengannya mengenai kehidupan di sana dan juga gw melihat beberapa foto yang diunggah olehnya di beranda gw. Komunitasnya berjalan dengan baik, semua berpesta tanpa memegang gadget kecuali untuk memfoto. Menjadi pertanyaan bagi gw apakah gaya hidup suatu negara mempengaruhi ini? Mungkin alay itu bukan cuma istilah tapi nyata di sini.

Bagaimana dengan beberapa teman gw di negara lainnya? Sama saja, ketika sebuah komunitas terbentuk maka komunitas itu berjalan secara langsung. Tidak ada cerita karangan gw mengenai "tiga sahabat di sebuah kafe" tadi. Atau mungkin mereka juga melakukan hal yang sama? Hanya saja gw belum memperhatikan tiap fotonya dengan betul atau tidak tersorot oleh kamera yang fotonya diunggah ke facebook. Selalu ada pengecualian.

Apapun itu gw harap kemajuan teknologi ini tidak menjadi celah bagi kita untuk bersosialisasi secara langsung. Cukup bersibuk ria dengan gadget ketika kita sedang berada pada komunitas kecuali situasi penting. Bagi gw itu tidak nyaman. Jika suatu perihal kita terhalang sehingga tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain maka sah saja, toh untuk itu teknologi dibuat.