Thursday, September 5, 2013

Istana Jidat Sendiri

Muak dengan omong kosong ini, dunia lain, palsu penuh keegoisan. Semua mengharapkan kesempurnaan tapi bertahan dalam zona nya masing - masing, saling menjatuhkan, mendorong keinginan perubahan. Munafik, semuanya munafik.

Sepaham, mungkin iya, semua sepakat mempertahankan idealismenya sendiri - sendiri. Ketidakpedulian pada nilai - nilai baik yang hakiki. Mungkin kebaikkan sudah ketinggalan jaman, sudah tidak lagi menarik diperjuangkan. Asing menjadi baik.

Mau bertahan lama? Dunia berkembang, begitupun individunya. Semua berjalan menjauh mengikuti idealismenya, hanya ikatan darah yang mengikat, tapi apalah Ayah tiri menjadi lebih manusiawi dari pada Ayah kandung. Ikatan permanen apapun fana sekarang ini.

Hingga suatu saat badai mengganggu, menggrebek kami pada ruang remang kesenangan pribadi memaksa menyatukan atas nama kesedihan, memilukan. Air mata beku yang jatuh, rasa kehilangan palsu, ketika matahari mulai nampak kami berlindung dalam masing - masing ruang remang.

Beginikah diteruskan pada anak cucuku? Mereka akan merasakan kesedihan Ayah Kakek Buyutnya, hingga mereka menjadi besar di luar yang sebelumnya diperkirakan. Menurunkan apa yang diadaptasikan, menjadi dingin dan hilang. Hangatnya api unggun yang dinikmati di gelapnya hutan telah padam, berkelana masing - masing, tersesat dan menjauh.

Tuhan memang pembunuh perasaan yang baik, dalam pengadaptasian dunia kesendirian dimana aku ditumbuhkan, diberikan oleh-Nya bibit kepedulian yang tumbuh merusak dogma ku atas apa yang dunia perlakukan padaku. Baiklah Tuhan, Kau melakukan ini dengan baik. Tapi aku muak.

No comments:

Post a Comment