Monday, March 17, 2014

Skenario Politik 2014


Baru Jum’at kemarin Joko Widodo atau biasa disapa Jokowi, Gubernur DKI Jakarta memroklamirkan bahwa dirinya akan mengikuti pemilihan presiden 2014 ini. Sesuatu yang sepertinya tidak perlu diragukan lagi, isu – isu sudah tersebar jauh hari sebelum beliau menyatakan ini secara langsung. Setelah sebelumnya hanya memberikan respon “malu – malu kucing” ke publik. Momentum Jokowi mencalonkan diri menjadi Presiden RI hanya suatu hal yang menunggu waktu, rakyat pun tahu.

Banyak respon yang timbul terhadap hal ini, negatif maupun positif. Jokowi sebelumnya berjanji untuk memimpin Jakarta sampai tuntas, ini salah satu alasan respon negatif terhadap pernyataan Jokowi untuk maju menjadi peserta pilpres 2014 juga besarnya ekspetasi warga Jakarta terhadap janji “Jakarta Baru” sewaktu kampanye Gubernur DKI Jakarta tempo hari. Walaupun sebenarnya apa yang telah dilakukan Jokowi di Jakarta menurut gue adalah pembuktian bahwa prestasinya di Solo tidak tabu, ini lah yang menjadikan Jokowi begitu didambakan masyarakat. Memang kinerja Jokowi belum maksimal, dilihat dari banyak faktor yang belum diselesaikannya, salah satunya kemacetan Jakarta.

Sorotan media Jakarta yang begitu gemerlap begitu mengagungkan nama Jokowi di mata publik, prestasi aslinya kurang diperhatikan dan begitupun PR (Baca: Pekerjaan Rumah) yang belum diselesaikannya. Jokowi, hanya nama Jokowi yang berkibar sedang melakukan tugasnya melayani warga Jakarta. Kritikkan terhadapnya dinilai tindakan apatis terhadap seorang gubernur baik. Tapi hanya kah begitu? Setelah apa yang dilakukan media dalam pembesaran nama Jokowi, Jokowi tidak hanya lagi diminati warga Jakarta, daerah – daerah lain membutuhkan Jokowi untuk memimpin. Bagaimana skenario itu dapat terjadi? Memimpin daerah lain tanpa meninggalkan Jakarta. Menjadi presiden lah solusinya.

Benarkah hanya itu? Hanya seorang walikota baik dari Solo yang ingin menjadi gubernur Jakarta untuk meningkatkan track record karirnya? Gue pikir lebih dari itu, Jokowi telah disiapkan menjadi Presiden RI jauh hari dan Ahok, Basuki Tjahja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. Gue meyakinkan hal ini, PDI-P sangat matang merencanakan hal ini, ditambah perekrutan kader – kader yang cukup kita akui sangat hangat di masyarakat sebagai politisi pemberi harapan, masa depan yang cerah. Surabaya dan Jawa Tengah saksinya. Menurut gue di kala itu hanya Jokowi dan Ahok yang mumpuni mengisi peran skenario ini. Setelah aktor didapat, terdapat kendala yang harus dipenuhi yaitu dapat atau tidaknya masyarakat menerima mereka. Bagaimanapun ini adalah negara Pancasila, kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat.

Gue mulai penjelasan skenarionya, Jokowi Presiden RI dan Ahok Gubernur DKI Jakarta. Kendalanya mudah,mereka berdua kurang dikenal dan khusus Ahok secara “sara” tidak memenuhi kriteria masyarakat. Pemenuhan itu mudah, Jokowi ditunjuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta agar setelah posisi itu dimenangkan dirinya, Jokowi menjadi lebih tersorot media. Mengikuti ajang pemilihan gubernur berarti profil Jokowi akan dipublikasikan di media Jakarta, yah, secara tidak langsung ini merupakan media nasional. Track record sewaktu memimpin Solo yang katanya nama sempat terdaftar dalam salah satu di antara nama penerima penghargaan World Best Governor terpublikasikan dengan baik dan menjadi sorotan publik. Seingatku bahkan media internasional pun mengikuti pemilihan Gubernur Jakarta ini.

Setelah memenangkan posisi Gubernur DKI Jakarta pun masih berlanjut, Jokowi terus – terusan menjadi media darling tidak hanya di media Jakarta melainkan media – media lokal daerah lain. Nama Jokowi begitu diinginkan. Jokowi nampak sempurna di mata rakyat Indonesia, sosok low profile, wong ndeso nasionalis dengan prestasi mendunia. Indonesia membutuhkan Jokowi untuk memimpin, skenarionya pun terpenuhi. Bagaimana dengan Ahok? Dalam misi pemenuhan Jokowi mengisi kursi DKI1 dibutuhkan partner yang saling mengisi dan semuanya setuju itu Ahok. Sikap Jokowi yang santai, penuh senyum manis namun tegas diimbangi oleh Ahok yang keras dan gamblang. Perpaduan yang tepat walaupun sebenarnya Ahok lah yang ditujukan mengisi DKI1. Ahok tidak bisa secara langsung mengisi posisi DKI1, itu akan menimbulkan conflict of interest atas tujuan yang dibawa Jokowi dan kita sangat tahu walaupun DKI Jakarta merupakan kota metropolis juga tempatnya berbagai suku, ras, agama & antar-golongan “mengadu nasib” namun tetap saja isu – isu sara sangat sensitif di sini. Ahok notabene adalah seorang bersuku Chinesse dan beragama Kristen menjadi sasaran empuk para lawan politiknya.

Gue tidak mencoba mengingatkan isu bodoh ini, ini terjadi nyata sewaktu pemilihan Gubernur DKI lalu. Padahal “hanya” seorang wakil, black campaign sangat gamblang terjadi. Walaupun kita tahu tidak perlu kita ragukan kepemimpinan Ahok sebagai birokrat, kita hanya perlu kritisi arogansinya saja. Jika saja Ahok hanya mengikuti pemilihan gubernur kemarin dengan arogansi juga ambisinya maka gue pastikan hasilnya nihil. Ahok diminta membantu Jokowi dalam penyelesaian tugasnya, bukankah itu yang dikatakan Ahok? “Tugas saya kan saya harus tambah kecil, beliau (Jokowi) tambah besar gitu lho. Gitu. Itu teorinya. Saya harus tambah kecil. Beliau tambah besar namanya”, kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Senin (6/1/2014). Itu salah satu pernyataan resminya, pendapat tersebut diliput dalam situs ini. Maksudnya apa? Tujuannya membesarkan nama Jokowi agar siap dalam pemilu 2014 ini.

Setelah semuanya siap, Jokowi dengan senyum manisnya mendeklarasikan kesiapan dirinya menjadi RI1. Skenario hampir selesai. Setelah Jokowi mendapatkan posisi RI1, secara konstitusional Ahok pun mendapatkan DKI1. PDI-P berhasil menggusur partai berkuasa dan menguasai dunia perpolitikkan atas kader – kadernya yang sangat menggoda masyarakat untuk dipilih. Ini hanya pendapat gue saja terhadap momen yang sedang terjadi sekarang, ini bukan konspirasi, konspirasi itu memuakkan haha. Sah saja jika benar ini terjadi, pengambilalihan kekuasaan politik dengan mengandalkan orang – orang mumpuni tidaklah salah. Ini bukti rakyat telah cerdas. Harapan gue simple, Indonesia membutuhkan pemimpin baik yang berkomitmen tegas, semoga orang – orang itu cepat berperan di pemerintahan.

Monday, March 10, 2014

Pride, Proud & Self-Regard

Definisi kata makian kian hari makin meluas di kamus - kamus dunia. Setiap bahasa memiliki varian hujatan yang masing - masing unik. Semua itu dapat digunakan orang lain untuk merendahkan dirimu di mata mereka. Membuatmu seolah kamu tidak lagi mempunyai harga diri di mata dunia, padahal itu hanya sebatas perspektif mereka sendiri yang tidak terbukti nilai valid argumentasinya. Siapa yang berhak menilaimu? Bahkan orang tuamu pun tidak berhak; hanya Tuhan yang memiliki otoritas itu, sisanya hanya sebatas pendapat.

Mengapa kau pusingkan itu!? Bagaimanapun orang lain merendahkanmu berdasarkan opini yang mereka bangun, hidupmu tidak berubah sedikitpun kecuali kau mulai mempersoalkan apa yang mereka katakan bahkan dalam hatimu sekalipun. Angkuh, yah itu memang keangkuhan. Tidak satupun di dunia ini yang berhak menghakimimu, kecuali kau sendiri dan Tuhan. Tuhan sudah melayakkan hidup kita dan tugas kita menjaga bahkan membuatnya lebih baik.

Dalam kitabku (baca: Injil) terdapat perumpamaan anak hilang, tentang anak saudagar yang pergi bersenang - senang menggunakan jatahnya atas harta ayahnya. Menghinakan dirinya sendiri, bersenang - senang dalam dosa. Setelah dia tidak berdaya dalam kemiskinan, dia kembali pada bapaknya lalu dengan segala kemegahan bapaknya menyambut anaknya yang hilang. Sedikitpun tidak terlibat pihak ketiga dalam cerita tersebut, anak yang perihal ini kita dan bapak yaitu Tuhan. Hanya kau yang menentukan hidupmu untuk lebih baik, beserta Tuhanmu atau tidak.

Bercermin, berkaca atau intropeksi diri itu perlu; bahkan sekarang sudah ada cara yang lebih modern, "Selfie" (Aku ingin menulis filosofi Selfie sesudah ini hehe). Sangat aku akui, kadang pandangan orang lain membantu kita memahami bagaimana diri kita namun bukan mendikte. Dengan segala kebijakan, kau harus mengoreksi dirimu sendiri, bukan orang lain. Melatih pemikiran kita lebih baik.

Hormati hidupmu, jangan kau merendahkannya. Jika kau tidak menghargainya, lantas siapa lagi? Jangan kau campuri kehidupan orang lain terlalu dalam jika kehadiranmu tidak berdampak positif dalam berbagai aspek. Hadir lah di dunia ini sebagai sebuah keuntungan, positif, menceriakan dan jika kau tidak mau maka jangan terlibat dan sibukanlah dirimu pada dunia dimana kau menginginkannya untuk itu. Bagaimanapun kita harus terlibat dengan dunia ini, tidak bisa kau menghindar dari perdaban. Jika pun bisa, sama seperti yang telah kucantumkan dalam artikel ini.. pajak tetap mendampingimu. Dengan tuntutan tersebut hidupmu  haruslah baik dan dirimu harus berharga bahkan di mata hatimu sendiri.