Baru Jum’at kemarin Joko Widodo atau biasa disapa Jokowi, Gubernur DKI Jakarta memroklamirkan bahwa dirinya akan mengikuti pemilihan presiden 2014 ini. Sesuatu yang sepertinya tidak perlu diragukan lagi, isu – isu sudah tersebar jauh hari sebelum beliau menyatakan ini secara langsung. Setelah sebelumnya hanya memberikan respon “malu – malu kucing” ke publik. Momentum Jokowi mencalonkan diri menjadi Presiden RI hanya suatu hal yang menunggu waktu, rakyat pun tahu.
Banyak respon yang timbul terhadap hal ini, negatif
maupun positif. Jokowi sebelumnya berjanji untuk memimpin Jakarta sampai
tuntas, ini salah satu alasan respon negatif terhadap pernyataan Jokowi untuk
maju menjadi peserta pilpres 2014 juga besarnya ekspetasi warga Jakarta
terhadap janji “Jakarta Baru” sewaktu kampanye Gubernur DKI Jakarta tempo hari.
Walaupun sebenarnya apa yang telah dilakukan Jokowi di Jakarta menurut gue
adalah pembuktian bahwa prestasinya di Solo tidak tabu, ini lah yang menjadikan
Jokowi begitu didambakan masyarakat. Memang kinerja Jokowi belum maksimal,
dilihat dari banyak faktor yang belum diselesaikannya, salah satunya kemacetan
Jakarta.
Sorotan media Jakarta yang begitu gemerlap begitu
mengagungkan nama Jokowi di mata publik, prestasi aslinya kurang diperhatikan
dan begitupun PR (Baca: Pekerjaan Rumah) yang belum diselesaikannya. Jokowi,
hanya nama Jokowi yang berkibar sedang melakukan tugasnya melayani warga
Jakarta. Kritikkan terhadapnya dinilai tindakan apatis terhadap seorang
gubernur baik. Tapi hanya kah begitu? Setelah apa yang dilakukan media dalam
pembesaran nama Jokowi, Jokowi tidak hanya lagi diminati warga Jakarta, daerah –
daerah lain membutuhkan Jokowi untuk memimpin. Bagaimana skenario itu dapat
terjadi? Memimpin daerah lain tanpa meninggalkan Jakarta. Menjadi presiden lah
solusinya.
Benarkah hanya itu? Hanya seorang walikota baik dari Solo
yang ingin menjadi gubernur Jakarta untuk meningkatkan track record karirnya? Gue pikir lebih dari itu, Jokowi telah
disiapkan menjadi Presiden RI jauh hari dan Ahok, Basuki Tjahja Purnama sebagai
Gubernur DKI Jakarta. Gue meyakinkan hal ini, PDI-P sangat matang merencanakan
hal ini, ditambah perekrutan kader – kader yang cukup kita akui sangat hangat
di masyarakat sebagai politisi pemberi harapan, masa depan yang cerah. Surabaya
dan Jawa Tengah saksinya. Menurut gue di kala itu hanya Jokowi dan Ahok yang
mumpuni mengisi peran skenario ini. Setelah aktor didapat, terdapat kendala
yang harus dipenuhi yaitu dapat atau tidaknya masyarakat menerima mereka.
Bagaimanapun ini adalah negara Pancasila, kedaulatan tertinggi ada di tangan
rakyat.
Gue mulai penjelasan skenarionya, Jokowi Presiden RI dan
Ahok Gubernur DKI Jakarta. Kendalanya mudah,mereka berdua kurang dikenal dan khusus Ahok
secara “sara” tidak memenuhi kriteria masyarakat. Pemenuhan itu mudah, Jokowi
ditunjuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta agar setelah posisi itu dimenangkan
dirinya, Jokowi menjadi lebih tersorot media. Mengikuti ajang pemilihan
gubernur berarti profil Jokowi akan dipublikasikan di media Jakarta, yah,
secara tidak langsung ini merupakan media nasional. Track record sewaktu memimpin Solo yang katanya nama sempat terdaftar
dalam salah satu di antara nama penerima penghargaan World Best Governor terpublikasikan dengan baik dan menjadi sorotan
publik. Seingatku bahkan media internasional pun mengikuti pemilihan Gubernur
Jakarta ini.
Setelah memenangkan posisi Gubernur DKI Jakarta pun masih
berlanjut, Jokowi terus – terusan menjadi media
darling tidak hanya di media Jakarta melainkan media – media lokal daerah lain. Nama
Jokowi begitu diinginkan. Jokowi nampak sempurna di mata rakyat Indonesia,
sosok low profile, wong ndeso nasionalis
dengan prestasi mendunia. Indonesia membutuhkan Jokowi untuk memimpin,
skenarionya pun terpenuhi. Bagaimana dengan Ahok? Dalam misi pemenuhan Jokowi
mengisi kursi DKI1 dibutuhkan partner
yang saling mengisi dan semuanya setuju itu Ahok. Sikap Jokowi yang santai,
penuh senyum manis namun tegas diimbangi oleh Ahok yang keras dan gamblang.
Perpaduan yang tepat walaupun sebenarnya Ahok lah yang ditujukan mengisi DKI1.
Ahok tidak bisa secara langsung mengisi posisi DKI1, itu akan menimbulkan conflict of interest atas tujuan yang
dibawa Jokowi dan kita sangat tahu walaupun DKI Jakarta merupakan kota metropolis
juga tempatnya berbagai suku, ras, agama & antar-golongan “mengadu nasib”
namun tetap saja isu – isu sara sangat sensitif di sini. Ahok notabene adalah
seorang bersuku Chinesse dan beragama
Kristen menjadi sasaran empuk para lawan politiknya.
Gue tidak mencoba mengingatkan isu bodoh ini, ini terjadi
nyata sewaktu pemilihan Gubernur DKI lalu. Padahal “hanya” seorang wakil, black campaign sangat gamblang terjadi. Walaupun
kita tahu tidak perlu kita ragukan kepemimpinan Ahok sebagai birokrat, kita
hanya perlu kritisi arogansinya saja. Jika saja Ahok hanya mengikuti pemilihan
gubernur kemarin dengan arogansi juga ambisinya maka gue pastikan hasilnya
nihil. Ahok diminta membantu Jokowi dalam penyelesaian tugasnya, bukankah itu
yang dikatakan Ahok? “Tugas saya kan saya harus tambah kecil, beliau (Jokowi)
tambah besar gitu lho. Gitu. Itu teorinya. Saya harus tambah kecil. Beliau
tambah besar namanya”, kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Senin (6/1/2014).
Itu salah satu pernyataan resminya, pendapat tersebut diliput dalam situs ini.
Maksudnya apa? Tujuannya membesarkan nama Jokowi agar siap dalam pemilu 2014
ini.
Setelah semuanya siap, Jokowi dengan senyum manisnya
mendeklarasikan kesiapan dirinya menjadi RI1. Skenario hampir selesai. Setelah
Jokowi mendapatkan posisi RI1, secara konstitusional Ahok pun mendapatkan DKI1.
PDI-P berhasil menggusur partai berkuasa dan menguasai dunia perpolitikkan atas
kader – kadernya yang sangat menggoda masyarakat untuk dipilih. Ini hanya
pendapat gue saja terhadap momen yang sedang terjadi sekarang, ini bukan
konspirasi, konspirasi itu memuakkan haha. Sah saja jika benar ini terjadi,
pengambilalihan kekuasaan politik dengan mengandalkan orang – orang mumpuni
tidaklah salah. Ini bukti rakyat telah cerdas. Harapan gue simple, Indonesia
membutuhkan pemimpin baik yang berkomitmen tegas, semoga orang – orang itu
cepat berperan di pemerintahan.