Monday, February 3, 2014

Memperpanjang STNK di Samsat Jakarta Timur [Review]

Kemarin, 9 Januari 2014, gue baru memperpanjang masa berlaku STNK gue, walaupun sebenarnya sudah terlambat hampir dua tahun untuk melakukan itu. Bagaimana lagi? Dari pada harus telat dua tahun lebih baik gue memperpanjang STNK ini di 1 tahun 11 bulan keterlambatannya. Itu berbeda lho (kata kerabat gue hahaha). Lanjut saja, gue pergi siang kira - kira pukul 10 - 11. Sempat hampir salah tempat, Samsat Kebon Nanas yang seharusnya gue tuju tapi malah ke Kapolsek Kepon Siri gue pergi. Beberapa hal gue perhatikan dalam melakukan perpanjangan STNK, gue rasa ini terjadi pada aspek lain dalam transaksi yang terjadi di kantor samsat itu. Baru masuk loby utama, sangat jelas banyak gue temukan calo berkeliaran di situ.

Menawarkan jasanya agar mempermudah kami, yang butuh pelayanan dari pemerintah. Syarat pertama adalah mengambil formulir pada front desk. Tapi dari mana kita ketahui formulir terdapat di front desk? Tidak tahu dan kita harus mencari tahu. Memasuki samsat untuk pertama kali seperti orang tersasar dan di waktu yang sama mendapat tawaran sesat (Baca: Calo). Bagaimana menciptakan pelayanan yang bersih jika lebih memudahkan tindakan pelanggaran terjadi?

Yep setelah gue mendapat formulir pendaftaran gue mencoba mengisinya, sangat membingungkan, instruksi kurang jelas sayangnya. Ini nilai (+) untuk pihak pemerintah, terdapat contoh form yang sudah terisi ditempel pada tembok dekat mengisi formulir. Jasa calo juga masih ditawarkan. Terdapat beberapa jenis jasa calo gue temui, di antaranya
  • Diurusi sampai selesai (katanya setengah jam selesai)
  • Diisikan (buat mereka yang manja)
  • Sewa pulpen (Guess what? It costs goceng! Nonsense!)
Gue keluar, gue cari penjual pulpen dan eureka! Cuma 3 ribu rupiah jadi permanen milik gue dari pada sewa dengan harga najis. Gue masuk lagi, calo masih terus menawarkan, benar - benar menyebalkan. Gue mengisi sendiri sambil mencuri - curi pandang pada orang lain yang mengisi juga untuk mencari tahu berkas apa saja yang dilengkapi bersama formulir pendaftaran itu. Karena info berkas lampiran yang tertera di form kurang informatif. Selesai mengisi form, ada beberapa hal yang tidak gue ketahui dalam melengkapi form itu dan gue bertanya pada front desk.

Front desk seperti tidak peduli pada kami, sibuk dalam mengurusi calo yang lalu lalang meminta tanda tangan agar mempercepat proses. Form telah gue lengkapi, gue menyerahkan formulir pada loket 1 di lantai yang sama, loket pendaftaran. Setelah mengantri berlama - lama ternyata bagi motor yang tidak memiliki BPKB harus mengurusnya di lantai 2. Tetap dengan pelayanan yang ketus. Tidak apa lah, mungkin mereka lelah menangani kami. Mengurus ke lantai 2 ternyata sama saja, membingungkan, gue menunggu di loket 1, yah, loket pendaftaran juga namanya.

Setelah menunggu dengan ketus pula gue dioper ke loket 8. Sungguh mengesalkan ketika gue ke loket 8 petugas hanya memberikan cap. Gue kira akan ada administrasi khusus karena belum memiliki BPKB, ternyata hanya sebuah cap yang sangat tidak jelas fungsinya. Setelah mendapat cap gue diminta ke loket 1, sungguh tidak jelas, gue kira loket 1 di lantai 2, lantai yang sama, ternyata setelah gue mengantri di loket itu gue malah kembali diberi komentar ketus untuk mengurusnya di loket lantai 1. FYI sambil mengantri di situ, sungguh memalukan seorang anggota TNI sedang menyerahkan sebuah dokumen untuk diurus dan terselip uang Rp. 50.000 di bawahnya.

Setelah itu prosedur selanjutnya gue jalani dengan gue akui cukup prosedural SOP-nya. Mungkin ini hanya pandangan subyektif gue, tapi beberapa kali gue menemukan seperti hanya calo yang mengantri dan mendapat layanan cepat di antara kami, yang benar - benar mengurus STNK. Sisanya standar dan tetap sikap udik manusia yang tidak mau mengantri malah memperburuk loket proses pengambilan di setiap - setiap loket yang tersedia. Sungguh gue sesali hari itu terjadi di instansi pemerintah yang notabene telah digaji oleh rakyat dan ditugaskan sekaligus bermoto "Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat".

Tanggung Jawab Lahiriah Pria

Tuntutan hidup semakin tinggi di awal peralihan hidup menuju mandiri. Banyak yang berkata masa - masa indah merupakan masa sekolah, tak terlupakan sepanjang hidup. Gue katakan itu omong kosong, masa tak terlupakan adalah jenjang hidup kalian semasa menuju dewasa dalam usia. Ketika kalian menginjak usia 20 sampai 30. Terutama kita para pria.

Gue tidak bermaksud membedakan gender, gue akan menjelaskan bagaimana ini terjadi. Pria merupakan kepala keluarga di keluarganya; bahkan bisa saja di keluarga ayahnya, mungkin juga di keluarga mertuanya. Ketidaksiapan mental hanya membuat lo menjadi pengecut. Semua pria seharusnya sadar, mereka harus sedang mengejar puncak karir pada rentang usia 30 - 40 tahun. Ini menentukan bagaimana lo menghabiskan usia tua lo. Bersama keluarga atau semakin terlelap bersama beban tuntutan hidup dan tua sebagai pekerja.

Pada rentang usia itu, lo sudah harus bermodalkan keluarga kecil lo yang masih berusia "muda", harta yang cukup; dalam artian mampu menafkahi keluarga kecil lo itu dan berada pada bidang karir yang tepat juga prospek yang jelas. Lo harus mampu memenuhi syarat - syarat itu. Itu sangat sulit, dengan penduduk bumi yang milyaran dan bidang yang terbatas. You must be special! Lantas bagaimana kita memenuhi syarat - syarat tersebut?

Kita membentuknya sesegera mungkin saat kita masih di fase remaja. Beberapa orang memulainya dengan sangat cepat, banyak yang mainstream, ada pula yang cukup lambat dan tetap stagnan pun juga ada. Lihat sekeliling lo, orang - orang semakin pintar, kesenjangan semakin memburuk, pendidikan & rumah semakin mahal juga jauh, lalu keluarga; sesuatu yang lo harus bangun sebelum lo berusia 30 tahun dan tebak? Membuat sebuah pernikahan yang bisa lo kenang bersama semua keluarga dan kerabat lo pun tidak murah. Jika lo pikir lo belum bisa mengatasi beberapa hal di antara itu, lo harus bergegas sekarang. Bertindak sekarang man!

Yah ini tentang tuntutan hidup, ini tentang uang. Uang mungkin tidak menentukan kebahagian lo, tapi uang merupakan satu di antara faktor terpenting dalam pembangunan kebahagiaan. Kecuali lo merasa cukup hidup dari perkebunan lo yang lo tanami sendiri, tuai dan konsumsi sendiri tapi bahkan dengan begitu pun lo tetap hidup bersama PAJAK. Ini mengapa gue memokuskan pada kami para pria. Bagaimanapun wanita berkarir, hidupnya akan diakhiri atau dibagi sebagai seorang ibu. Sebuah tuntutan hakiki. Dimana tuntutan menafkahi itu sepenuhnya bertumpu? Pria, ini sudah merupakan nilai esensi yang berlaku sejak dulu.