Ini bukan artikel tentang kampanye. Ini murni pendapat gue tentang setujunya gue memilih Jokoki menjadi presiden RI. Well, tapi klo lo mau menganggap ini kampanye ya silahkan aja. Kita tidak usah membahas Jokowi itu siapa yah, referensinya banyak dan maka itu gue fokus membahas alasan memilihnya. Tanpa basa - basi.
Jokowi tokoh muda; walaupun sebenarnya tidak muda juga. Dibanding beberapa presiden terakhir, kecuali Soekarno & Soeharto saat menjabat posisi presiden nanti. Gue percaya beliau punya inovasi yang baik dalam menjalankan sebuah pemerintahan. Itu terbukti dari beberapa program pemerintahan yang diberlakukannya. Kita tidak usah berdebat mengenai program apa itu, cari saja rekam jejak beliau yang terakhir saat aktif menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Ada faktor lain mengapa muda menjadi baik dari dirinya. Jokowi tidak terlibat di dosa pemerintahan Orde Baru, akui saja, masa Orde Baru begitu muram di mata rakyat. Kerusuhan, penculikan, pembungkaman, kemiskinan dan hal lainnya. Beliau tidak terlibat, beliau adalah generasi penerus bangsa yang istilahnya mau "move-on" dari bayang - bayang pemerintah dari era Orde Baru. Hal kedua ini di-iyakan oleh mantan presiden kita, Habibie; Haruslah tokoh muda yang tidak terlibat di masa Orde Baru namun berada masa itu, orang tersebut berada di masa peralihan sebelum kita benar - benar beranjak. Kurang lebih begitu yang gue tangkap dari wawancaranya di Mata Najwa.
Selain muda beliau juga jujur, sulit sepertinya menjatuhkan beliau menggunakan isu korupsi. Lah hartanya saja terdata dengan baik oleh KPK dan bersama Ahok saat pra-pemilukada kemarin menantang orang untuk audit, memerika harta - harta mereka apakah ada harta yang tidak jelas dari mana datangnya (Ahok sih yang sebenarnya menantang dan Jokowi otomatis terbawa).
Jabatan manajerial ke atas itu diisi dengan orang yang memiliki karir pengalaman dan pendidikan (bahkan dengan karir cemerlang, ijazah tak dipandang lagi) yang mumpuni terkait jabatan yang dibutuhkan. Apalagi presiden, sangat logis untuk memilih pemimpin dengan rekam jejak yang jelas. Jokowi merupakan pengusaha, beliau berhasil mengorganisasikan suatu bisnis internasional dengan baik. Berarti hubungan dengan karyawannya baik begitupun klien "bule"-nya. Ditambah pengalamannya di birokrasi beberapa tahun terakhir yang cukup cemerlang dan diakui di mata internasional, gue percaya beliau mampu mengelola suatu pemerintahan.
Lo boleh berdebat mengenai ini, gue tidak pernah menemukan Jokowi dikritik begitu obyektif. Hanya isu, provokasi dan gossip berlalu-lalang. Mencla - mencle, capres boneka, maruk jabatan, antek cukong / asing atau suka pencitraan. Sementara sisanya hanya isu SARA yang menurut gue TOLOL jika lo percaya dan mengikutinya! Gue akan bahas satu per satu tudingan di atas, exclude SARA yah. Jokowi berhasil merapihkan pasar, permukiman kumuh dan perbaikan hal lainnya tanpa kekerasan namun jelas sepakat terselesaikan walaupun awalnya mendapat perlawanan keras juga kecaman. Itu tegas, bedakan dengan otoriter.
Capres boneka, apa dasar pemikiran hal ini? Karena terlihat sering mendapatkan bimbingan politik dari Mega? Lo harus nonton film The King's Speech. Bagaimana seorang Raja Inggris belajar pada seorang psikolog sebelum ia mampu naik tahta. Jiwa pemimpin memang ada dalam raja itu, tapi dia butuh orang lain untuk membantunya menutup kekurangan; secara implisit juga bisa lo lihat dalam kisah The Iron Lady. Begitupun Jokowi terhadap Mega.
Jokowi dituding sebagai antek cukong yang katanya dapet data tersebut dari CIA dan gue ketawa hehe. Gossipers Indonesia sudah lebih jago dari para kontributor Wikileaks dan Edward Snowden. Bisa mendapatkan data rahasia CIA. Kereeeeen! Indonesia klo bohong emang paling jago, gak salah prestasi korupsinya membanggakan.
Salahkan rakyat Indonesia yang haus oleh gemerlap Jokowi makanya lo lo semua yang gak suka menganggap beliau suka pencitraan. Media publik tidak akan menyajikan berita yang tidak laku dijual, bahasa Minahasanya Market Orientation. Contoh media publik yang jualan gak sesuai orientasi pasar itu adalah promo beberapa capres pemilik media pra-ajang capres dimulai beberapa waktu lalu. Ical dan HT, gak laku kan? Oia soal maruk jabatan, ya terima aja sih... lah undang - undang tidak melarang kok lo mempersoalkan? dan lagi, itu cuma gossip, pandangan subyektif masyarakat yang gak suka aja sama Jokowi.
Jujur saja. Lalu apa lagi? Tidak gue temukan alasan logis untuk tidak memilih Jokowi, belum gue temukan orang yang yang menjabarkan alasan tepat untuk tidak memilih Jokowi atau memang tidak pernah ada alasan untuk tidak memilih Jokowi? Makanya kubu lain hanya menggunakan isu, gossip? Bisa saja. Terlepas dari itu semua, gue harap kita lebih logis dalam menentukan pilihannya soal pemilu presiden ini. Bukan berdasarkan pandangan - pandangan subyektif yang gak jelas berasal dari mana dan gak pasti. Kita ini milih presiden, bukan pacar; pakai azas perasaan.
Thursday, June 12, 2014
Monday, March 17, 2014
Skenario Politik 2014
Baru Jum’at kemarin Joko Widodo atau biasa disapa Jokowi, Gubernur DKI Jakarta memroklamirkan bahwa dirinya akan mengikuti pemilihan presiden 2014 ini. Sesuatu yang sepertinya tidak perlu diragukan lagi, isu – isu sudah tersebar jauh hari sebelum beliau menyatakan ini secara langsung. Setelah sebelumnya hanya memberikan respon “malu – malu kucing” ke publik. Momentum Jokowi mencalonkan diri menjadi Presiden RI hanya suatu hal yang menunggu waktu, rakyat pun tahu.
Banyak respon yang timbul terhadap hal ini, negatif
maupun positif. Jokowi sebelumnya berjanji untuk memimpin Jakarta sampai
tuntas, ini salah satu alasan respon negatif terhadap pernyataan Jokowi untuk
maju menjadi peserta pilpres 2014 juga besarnya ekspetasi warga Jakarta
terhadap janji “Jakarta Baru” sewaktu kampanye Gubernur DKI Jakarta tempo hari.
Walaupun sebenarnya apa yang telah dilakukan Jokowi di Jakarta menurut gue
adalah pembuktian bahwa prestasinya di Solo tidak tabu, ini lah yang menjadikan
Jokowi begitu didambakan masyarakat. Memang kinerja Jokowi belum maksimal,
dilihat dari banyak faktor yang belum diselesaikannya, salah satunya kemacetan
Jakarta.
Sorotan media Jakarta yang begitu gemerlap begitu
mengagungkan nama Jokowi di mata publik, prestasi aslinya kurang diperhatikan
dan begitupun PR (Baca: Pekerjaan Rumah) yang belum diselesaikannya. Jokowi,
hanya nama Jokowi yang berkibar sedang melakukan tugasnya melayani warga
Jakarta. Kritikkan terhadapnya dinilai tindakan apatis terhadap seorang
gubernur baik. Tapi hanya kah begitu? Setelah apa yang dilakukan media dalam
pembesaran nama Jokowi, Jokowi tidak hanya lagi diminati warga Jakarta, daerah –
daerah lain membutuhkan Jokowi untuk memimpin. Bagaimana skenario itu dapat
terjadi? Memimpin daerah lain tanpa meninggalkan Jakarta. Menjadi presiden lah
solusinya.
Benarkah hanya itu? Hanya seorang walikota baik dari Solo
yang ingin menjadi gubernur Jakarta untuk meningkatkan track record karirnya? Gue pikir lebih dari itu, Jokowi telah
disiapkan menjadi Presiden RI jauh hari dan Ahok, Basuki Tjahja Purnama sebagai
Gubernur DKI Jakarta. Gue meyakinkan hal ini, PDI-P sangat matang merencanakan
hal ini, ditambah perekrutan kader – kader yang cukup kita akui sangat hangat
di masyarakat sebagai politisi pemberi harapan, masa depan yang cerah. Surabaya
dan Jawa Tengah saksinya. Menurut gue di kala itu hanya Jokowi dan Ahok yang
mumpuni mengisi peran skenario ini. Setelah aktor didapat, terdapat kendala
yang harus dipenuhi yaitu dapat atau tidaknya masyarakat menerima mereka.
Bagaimanapun ini adalah negara Pancasila, kedaulatan tertinggi ada di tangan
rakyat.
Gue mulai penjelasan skenarionya, Jokowi Presiden RI dan
Ahok Gubernur DKI Jakarta. Kendalanya mudah,mereka berdua kurang dikenal dan khusus Ahok
secara “sara” tidak memenuhi kriteria masyarakat. Pemenuhan itu mudah, Jokowi
ditunjuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta agar setelah posisi itu dimenangkan
dirinya, Jokowi menjadi lebih tersorot media. Mengikuti ajang pemilihan
gubernur berarti profil Jokowi akan dipublikasikan di media Jakarta, yah,
secara tidak langsung ini merupakan media nasional. Track record sewaktu memimpin Solo yang katanya nama sempat terdaftar
dalam salah satu di antara nama penerima penghargaan World Best Governor terpublikasikan dengan baik dan menjadi sorotan
publik. Seingatku bahkan media internasional pun mengikuti pemilihan Gubernur
Jakarta ini.
Setelah memenangkan posisi Gubernur DKI Jakarta pun masih
berlanjut, Jokowi terus – terusan menjadi media
darling tidak hanya di media Jakarta melainkan media – media lokal daerah lain. Nama
Jokowi begitu diinginkan. Jokowi nampak sempurna di mata rakyat Indonesia,
sosok low profile, wong ndeso nasionalis
dengan prestasi mendunia. Indonesia membutuhkan Jokowi untuk memimpin,
skenarionya pun terpenuhi. Bagaimana dengan Ahok? Dalam misi pemenuhan Jokowi
mengisi kursi DKI1 dibutuhkan partner
yang saling mengisi dan semuanya setuju itu Ahok. Sikap Jokowi yang santai,
penuh senyum manis namun tegas diimbangi oleh Ahok yang keras dan gamblang.
Perpaduan yang tepat walaupun sebenarnya Ahok lah yang ditujukan mengisi DKI1.
Ahok tidak bisa secara langsung mengisi posisi DKI1, itu akan menimbulkan conflict of interest atas tujuan yang
dibawa Jokowi dan kita sangat tahu walaupun DKI Jakarta merupakan kota metropolis
juga tempatnya berbagai suku, ras, agama & antar-golongan “mengadu nasib”
namun tetap saja isu – isu sara sangat sensitif di sini. Ahok notabene adalah
seorang bersuku Chinesse dan beragama
Kristen menjadi sasaran empuk para lawan politiknya.
Gue tidak mencoba mengingatkan isu bodoh ini, ini terjadi
nyata sewaktu pemilihan Gubernur DKI lalu. Padahal “hanya” seorang wakil, black campaign sangat gamblang terjadi. Walaupun
kita tahu tidak perlu kita ragukan kepemimpinan Ahok sebagai birokrat, kita
hanya perlu kritisi arogansinya saja. Jika saja Ahok hanya mengikuti pemilihan
gubernur kemarin dengan arogansi juga ambisinya maka gue pastikan hasilnya
nihil. Ahok diminta membantu Jokowi dalam penyelesaian tugasnya, bukankah itu
yang dikatakan Ahok? “Tugas saya kan saya harus tambah kecil, beliau (Jokowi)
tambah besar gitu lho. Gitu. Itu teorinya. Saya harus tambah kecil. Beliau
tambah besar namanya”, kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Senin (6/1/2014).
Itu salah satu pernyataan resminya, pendapat tersebut diliput dalam situs ini.
Maksudnya apa? Tujuannya membesarkan nama Jokowi agar siap dalam pemilu 2014
ini.
Setelah semuanya siap, Jokowi dengan senyum manisnya
mendeklarasikan kesiapan dirinya menjadi RI1. Skenario hampir selesai. Setelah
Jokowi mendapatkan posisi RI1, secara konstitusional Ahok pun mendapatkan DKI1.
PDI-P berhasil menggusur partai berkuasa dan menguasai dunia perpolitikkan atas
kader – kadernya yang sangat menggoda masyarakat untuk dipilih. Ini hanya
pendapat gue saja terhadap momen yang sedang terjadi sekarang, ini bukan
konspirasi, konspirasi itu memuakkan haha. Sah saja jika benar ini terjadi,
pengambilalihan kekuasaan politik dengan mengandalkan orang – orang mumpuni
tidaklah salah. Ini bukti rakyat telah cerdas. Harapan gue simple, Indonesia
membutuhkan pemimpin baik yang berkomitmen tegas, semoga orang – orang itu
cepat berperan di pemerintahan.
Monday, March 10, 2014
Pride, Proud & Self-Regard
Definisi kata makian kian hari makin meluas di kamus - kamus dunia. Setiap bahasa memiliki varian hujatan yang masing - masing unik. Semua itu dapat digunakan orang lain untuk merendahkan dirimu di mata mereka. Membuatmu seolah kamu tidak lagi mempunyai harga diri di mata dunia, padahal itu hanya sebatas perspektif mereka sendiri yang tidak terbukti nilai valid argumentasinya. Siapa yang berhak menilaimu? Bahkan orang tuamu pun tidak berhak; hanya Tuhan yang memiliki otoritas itu, sisanya hanya sebatas pendapat.
Mengapa kau pusingkan itu!? Bagaimanapun orang lain merendahkanmu berdasarkan opini yang mereka bangun, hidupmu tidak berubah sedikitpun kecuali kau mulai mempersoalkan apa yang mereka katakan bahkan dalam hatimu sekalipun. Angkuh, yah itu memang keangkuhan. Tidak satupun di dunia ini yang berhak menghakimimu, kecuali kau sendiri dan Tuhan. Tuhan sudah melayakkan hidup kita dan tugas kita menjaga bahkan membuatnya lebih baik.
Dalam kitabku (baca: Injil) terdapat perumpamaan anak hilang, tentang anak saudagar yang pergi bersenang - senang menggunakan jatahnya atas harta ayahnya. Menghinakan dirinya sendiri, bersenang - senang dalam dosa. Setelah dia tidak berdaya dalam kemiskinan, dia kembali pada bapaknya lalu dengan segala kemegahan bapaknya menyambut anaknya yang hilang. Sedikitpun tidak terlibat pihak ketiga dalam cerita tersebut, anak yang perihal ini kita dan bapak yaitu Tuhan. Hanya kau yang menentukan hidupmu untuk lebih baik, beserta Tuhanmu atau tidak.
Bercermin, berkaca atau intropeksi diri itu perlu; bahkan sekarang sudah ada cara yang lebih modern, "Selfie" (Aku ingin menulis filosofi Selfie sesudah ini hehe). Sangat aku akui, kadang pandangan orang lain membantu kita memahami bagaimana diri kita namun bukan mendikte. Dengan segala kebijakan, kau harus mengoreksi dirimu sendiri, bukan orang lain. Melatih pemikiran kita lebih baik.
Hormati hidupmu, jangan kau merendahkannya. Jika kau tidak menghargainya, lantas siapa lagi? Jangan kau campuri kehidupan orang lain terlalu dalam jika kehadiranmu tidak berdampak positif dalam berbagai aspek. Hadir lah di dunia ini sebagai sebuah keuntungan, positif, menceriakan dan jika kau tidak mau maka jangan terlibat dan sibukanlah dirimu pada dunia dimana kau menginginkannya untuk itu. Bagaimanapun kita harus terlibat dengan dunia ini, tidak bisa kau menghindar dari perdaban. Jika pun bisa, sama seperti yang telah kucantumkan dalam artikel ini.. pajak tetap mendampingimu. Dengan tuntutan tersebut hidupmu haruslah baik dan dirimu harus berharga bahkan di mata hatimu sendiri.
Mengapa kau pusingkan itu!? Bagaimanapun orang lain merendahkanmu berdasarkan opini yang mereka bangun, hidupmu tidak berubah sedikitpun kecuali kau mulai mempersoalkan apa yang mereka katakan bahkan dalam hatimu sekalipun. Angkuh, yah itu memang keangkuhan. Tidak satupun di dunia ini yang berhak menghakimimu, kecuali kau sendiri dan Tuhan. Tuhan sudah melayakkan hidup kita dan tugas kita menjaga bahkan membuatnya lebih baik.
Dalam kitabku (baca: Injil) terdapat perumpamaan anak hilang, tentang anak saudagar yang pergi bersenang - senang menggunakan jatahnya atas harta ayahnya. Menghinakan dirinya sendiri, bersenang - senang dalam dosa. Setelah dia tidak berdaya dalam kemiskinan, dia kembali pada bapaknya lalu dengan segala kemegahan bapaknya menyambut anaknya yang hilang. Sedikitpun tidak terlibat pihak ketiga dalam cerita tersebut, anak yang perihal ini kita dan bapak yaitu Tuhan. Hanya kau yang menentukan hidupmu untuk lebih baik, beserta Tuhanmu atau tidak.
Bercermin, berkaca atau intropeksi diri itu perlu; bahkan sekarang sudah ada cara yang lebih modern, "Selfie" (Aku ingin menulis filosofi Selfie sesudah ini hehe). Sangat aku akui, kadang pandangan orang lain membantu kita memahami bagaimana diri kita namun bukan mendikte. Dengan segala kebijakan, kau harus mengoreksi dirimu sendiri, bukan orang lain. Melatih pemikiran kita lebih baik.
Hormati hidupmu, jangan kau merendahkannya. Jika kau tidak menghargainya, lantas siapa lagi? Jangan kau campuri kehidupan orang lain terlalu dalam jika kehadiranmu tidak berdampak positif dalam berbagai aspek. Hadir lah di dunia ini sebagai sebuah keuntungan, positif, menceriakan dan jika kau tidak mau maka jangan terlibat dan sibukanlah dirimu pada dunia dimana kau menginginkannya untuk itu. Bagaimanapun kita harus terlibat dengan dunia ini, tidak bisa kau menghindar dari perdaban. Jika pun bisa, sama seperti yang telah kucantumkan dalam artikel ini.. pajak tetap mendampingimu. Dengan tuntutan tersebut hidupmu haruslah baik dan dirimu harus berharga bahkan di mata hatimu sendiri.
Monday, February 3, 2014
Memperpanjang STNK di Samsat Jakarta Timur [Review]
Kemarin, 9 Januari 2014, gue baru memperpanjang masa berlaku STNK gue, walaupun sebenarnya
sudah terlambat hampir dua tahun untuk melakukan itu. Bagaimana lagi?
Dari pada harus telat dua tahun lebih baik gue memperpanjang STNK ini di
1 tahun 11 bulan keterlambatannya. Itu berbeda lho (kata kerabat gue hahaha). Lanjut saja, gue
pergi siang kira - kira pukul 10 - 11. Sempat hampir salah tempat,
Samsat Kebon Nanas yang seharusnya gue tuju tapi malah ke Kapolsek Kepon
Siri gue pergi. Beberapa hal gue perhatikan dalam melakukan
perpanjangan STNK, gue rasa ini terjadi pada aspek lain dalam transaksi
yang terjadi di kantor samsat itu. Baru masuk loby utama, sangat jelas
banyak gue temukan calo berkeliaran di situ.
Menawarkan jasanya agar mempermudah kami, yang butuh pelayanan dari pemerintah. Syarat pertama adalah mengambil formulir pada front desk. Tapi dari mana kita ketahui formulir terdapat di front desk? Tidak tahu dan kita harus mencari tahu. Memasuki samsat untuk pertama kali seperti orang tersasar dan di waktu yang sama mendapat tawaran sesat (Baca: Calo). Bagaimana menciptakan pelayanan yang bersih jika lebih memudahkan tindakan pelanggaran terjadi?
Yep setelah gue mendapat formulir pendaftaran gue mencoba mengisinya, sangat membingungkan, instruksi kurang jelas sayangnya. Ini nilai (+) untuk pihak pemerintah, terdapat contoh form yang sudah terisi ditempel pada tembok dekat mengisi formulir. Jasa calo juga masih ditawarkan. Terdapat beberapa jenis jasa calo gue temui, di antaranya
Front desk seperti tidak peduli pada kami, sibuk dalam mengurusi calo yang lalu lalang meminta tanda tangan agar mempercepat proses. Form telah gue lengkapi, gue menyerahkan formulir pada loket 1 di lantai yang sama, loket pendaftaran. Setelah mengantri berlama - lama ternyata bagi motor yang tidak memiliki BPKB harus mengurusnya di lantai 2. Tetap dengan pelayanan yang ketus. Tidak apa lah, mungkin mereka lelah menangani kami. Mengurus ke lantai 2 ternyata sama saja, membingungkan, gue menunggu di loket 1, yah, loket pendaftaran juga namanya.
Setelah menunggu dengan ketus pula gue dioper ke loket 8. Sungguh mengesalkan ketika gue ke loket 8 petugas hanya memberikan cap. Gue kira akan ada administrasi khusus karena belum memiliki BPKB, ternyata hanya sebuah cap yang sangat tidak jelas fungsinya. Setelah mendapat cap gue diminta ke loket 1, sungguh tidak jelas, gue kira loket 1 di lantai 2, lantai yang sama, ternyata setelah gue mengantri di loket itu gue malah kembali diberi komentar ketus untuk mengurusnya di loket lantai 1. FYI sambil mengantri di situ, sungguh memalukan seorang anggota TNI sedang menyerahkan sebuah dokumen untuk diurus dan terselip uang Rp. 50.000 di bawahnya.
Setelah itu prosedur selanjutnya gue jalani dengan gue akui cukup prosedural SOP-nya. Mungkin ini hanya pandangan subyektif gue, tapi beberapa kali gue menemukan seperti hanya calo yang mengantri dan mendapat layanan cepat di antara kami, yang benar - benar mengurus STNK. Sisanya standar dan tetap sikap udik manusia yang tidak mau mengantri malah memperburuk loket proses pengambilan di setiap - setiap loket yang tersedia. Sungguh gue sesali hari itu terjadi di instansi pemerintah yang notabene telah digaji oleh rakyat dan ditugaskan sekaligus bermoto "Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat".
Menawarkan jasanya agar mempermudah kami, yang butuh pelayanan dari pemerintah. Syarat pertama adalah mengambil formulir pada front desk. Tapi dari mana kita ketahui formulir terdapat di front desk? Tidak tahu dan kita harus mencari tahu. Memasuki samsat untuk pertama kali seperti orang tersasar dan di waktu yang sama mendapat tawaran sesat (Baca: Calo). Bagaimana menciptakan pelayanan yang bersih jika lebih memudahkan tindakan pelanggaran terjadi?
Yep setelah gue mendapat formulir pendaftaran gue mencoba mengisinya, sangat membingungkan, instruksi kurang jelas sayangnya. Ini nilai (+) untuk pihak pemerintah, terdapat contoh form yang sudah terisi ditempel pada tembok dekat mengisi formulir. Jasa calo juga masih ditawarkan. Terdapat beberapa jenis jasa calo gue temui, di antaranya
- Diurusi sampai selesai (katanya setengah jam selesai)
- Diisikan (buat mereka yang manja)
- Sewa pulpen (Guess what? It costs goceng! Nonsense!)
Front desk seperti tidak peduli pada kami, sibuk dalam mengurusi calo yang lalu lalang meminta tanda tangan agar mempercepat proses. Form telah gue lengkapi, gue menyerahkan formulir pada loket 1 di lantai yang sama, loket pendaftaran. Setelah mengantri berlama - lama ternyata bagi motor yang tidak memiliki BPKB harus mengurusnya di lantai 2. Tetap dengan pelayanan yang ketus. Tidak apa lah, mungkin mereka lelah menangani kami. Mengurus ke lantai 2 ternyata sama saja, membingungkan, gue menunggu di loket 1, yah, loket pendaftaran juga namanya.
Setelah menunggu dengan ketus pula gue dioper ke loket 8. Sungguh mengesalkan ketika gue ke loket 8 petugas hanya memberikan cap. Gue kira akan ada administrasi khusus karena belum memiliki BPKB, ternyata hanya sebuah cap yang sangat tidak jelas fungsinya. Setelah mendapat cap gue diminta ke loket 1, sungguh tidak jelas, gue kira loket 1 di lantai 2, lantai yang sama, ternyata setelah gue mengantri di loket itu gue malah kembali diberi komentar ketus untuk mengurusnya di loket lantai 1. FYI sambil mengantri di situ, sungguh memalukan seorang anggota TNI sedang menyerahkan sebuah dokumen untuk diurus dan terselip uang Rp. 50.000 di bawahnya.
Setelah itu prosedur selanjutnya gue jalani dengan gue akui cukup prosedural SOP-nya. Mungkin ini hanya pandangan subyektif gue, tapi beberapa kali gue menemukan seperti hanya calo yang mengantri dan mendapat layanan cepat di antara kami, yang benar - benar mengurus STNK. Sisanya standar dan tetap sikap udik manusia yang tidak mau mengantri malah memperburuk loket proses pengambilan di setiap - setiap loket yang tersedia. Sungguh gue sesali hari itu terjadi di instansi pemerintah yang notabene telah digaji oleh rakyat dan ditugaskan sekaligus bermoto "Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat".
Tanggung Jawab Lahiriah Pria
Tuntutan hidup semakin tinggi di awal peralihan hidup menuju mandiri. Banyak yang berkata masa - masa indah merupakan masa sekolah, tak terlupakan sepanjang hidup. Gue katakan itu omong kosong, masa tak terlupakan adalah jenjang hidup kalian semasa menuju dewasa dalam usia. Ketika kalian menginjak usia 20 sampai 30. Terutama kita para pria.
Gue tidak bermaksud membedakan gender, gue akan menjelaskan bagaimana ini terjadi. Pria merupakan kepala keluarga di keluarganya; bahkan bisa saja di keluarga ayahnya, mungkin juga di keluarga mertuanya. Ketidaksiapan mental hanya membuat lo menjadi pengecut. Semua pria seharusnya sadar, mereka harus sedang mengejar puncak karir pada rentang usia 30 - 40 tahun. Ini menentukan bagaimana lo menghabiskan usia tua lo. Bersama keluarga atau semakin terlelap bersama beban tuntutan hidup dan tua sebagai pekerja.
Pada rentang usia itu, lo sudah harus bermodalkan keluarga kecil lo yang masih berusia "muda", harta yang cukup; dalam artian mampu menafkahi keluarga kecil lo itu dan berada pada bidang karir yang tepat juga prospek yang jelas. Lo harus mampu memenuhi syarat - syarat itu. Itu sangat sulit, dengan penduduk bumi yang milyaran dan bidang yang terbatas. You must be special! Lantas bagaimana kita memenuhi syarat - syarat tersebut?
Kita membentuknya sesegera mungkin saat kita masih di fase remaja. Beberapa orang memulainya dengan sangat cepat, banyak yang mainstream, ada pula yang cukup lambat dan tetap stagnan pun juga ada. Lihat sekeliling lo, orang - orang semakin pintar, kesenjangan semakin memburuk, pendidikan & rumah semakin mahal juga jauh, lalu keluarga; sesuatu yang lo harus bangun sebelum lo berusia 30 tahun dan tebak? Membuat sebuah pernikahan yang bisa lo kenang bersama semua keluarga dan kerabat lo pun tidak murah. Jika lo pikir lo belum bisa mengatasi beberapa hal di antara itu, lo harus bergegas sekarang. Bertindak sekarang man!
Yah ini tentang tuntutan hidup, ini tentang uang. Uang mungkin tidak menentukan kebahagian lo, tapi uang merupakan satu di antara faktor terpenting dalam pembangunan kebahagiaan. Kecuali lo merasa cukup hidup dari perkebunan lo yang lo tanami sendiri, tuai dan konsumsi sendiri tapi bahkan dengan begitu pun lo tetap hidup bersama PAJAK. Ini mengapa gue memokuskan pada kami para pria. Bagaimanapun wanita berkarir, hidupnya akan diakhiri atau dibagi sebagai seorang ibu. Sebuah tuntutan hakiki. Dimana tuntutan menafkahi itu sepenuhnya bertumpu? Pria, ini sudah merupakan nilai esensi yang berlaku sejak dulu.
Gue tidak bermaksud membedakan gender, gue akan menjelaskan bagaimana ini terjadi. Pria merupakan kepala keluarga di keluarganya; bahkan bisa saja di keluarga ayahnya, mungkin juga di keluarga mertuanya. Ketidaksiapan mental hanya membuat lo menjadi pengecut. Semua pria seharusnya sadar, mereka harus sedang mengejar puncak karir pada rentang usia 30 - 40 tahun. Ini menentukan bagaimana lo menghabiskan usia tua lo. Bersama keluarga atau semakin terlelap bersama beban tuntutan hidup dan tua sebagai pekerja.
Pada rentang usia itu, lo sudah harus bermodalkan keluarga kecil lo yang masih berusia "muda", harta yang cukup; dalam artian mampu menafkahi keluarga kecil lo itu dan berada pada bidang karir yang tepat juga prospek yang jelas. Lo harus mampu memenuhi syarat - syarat itu. Itu sangat sulit, dengan penduduk bumi yang milyaran dan bidang yang terbatas. You must be special! Lantas bagaimana kita memenuhi syarat - syarat tersebut?
Kita membentuknya sesegera mungkin saat kita masih di fase remaja. Beberapa orang memulainya dengan sangat cepat, banyak yang mainstream, ada pula yang cukup lambat dan tetap stagnan pun juga ada. Lihat sekeliling lo, orang - orang semakin pintar, kesenjangan semakin memburuk, pendidikan & rumah semakin mahal juga jauh, lalu keluarga; sesuatu yang lo harus bangun sebelum lo berusia 30 tahun dan tebak? Membuat sebuah pernikahan yang bisa lo kenang bersama semua keluarga dan kerabat lo pun tidak murah. Jika lo pikir lo belum bisa mengatasi beberapa hal di antara itu, lo harus bergegas sekarang. Bertindak sekarang man!
Yah ini tentang tuntutan hidup, ini tentang uang. Uang mungkin tidak menentukan kebahagian lo, tapi uang merupakan satu di antara faktor terpenting dalam pembangunan kebahagiaan. Kecuali lo merasa cukup hidup dari perkebunan lo yang lo tanami sendiri, tuai dan konsumsi sendiri tapi bahkan dengan begitu pun lo tetap hidup bersama PAJAK. Ini mengapa gue memokuskan pada kami para pria. Bagaimanapun wanita berkarir, hidupnya akan diakhiri atau dibagi sebagai seorang ibu. Sebuah tuntutan hakiki. Dimana tuntutan menafkahi itu sepenuhnya bertumpu? Pria, ini sudah merupakan nilai esensi yang berlaku sejak dulu.
Subscribe to:
Posts (Atom)