Friday, June 14, 2013

Kafirnya Pendosa

Kenyataan tak selalu seperti kisah, bedakan terang - gelap begitu mudah. Dewasa ini putih pun bisa jadi gelap juga, seperti kasus yang menimpa petinggi partai yang nilai agamanya sudah menjadi karakter partai sejak lama dan menjadi seperti senjata makan tuan. Sebaliknya hitam punya peluang menjadi terang, bak eyang subur yang rumornya mau mencalonkan diri jadi RI-1. Sekilas tak terlihat apa sejatinya dibalik semua, bahkan sampai diperhatikan atau diteliti pun masih ambigu. Cuma Tuhan yang berhak menentukannya, sebab polisi membiarkan tindakan kekerasan di depannya, bahkan negara mengancam 5 tahun penjara bagi maling sendal sementara koruptor milyaran cuma divonis 4.5 tahun. Tak ada lagi yang bisa menentukan terang - gelap di jaman ini.

Salah siapa? Siapa yang paling bertanggung jawab ketika ada pria karena kelaparannya harus mencuri? Terhadap "bentuk" orientasi kita mengiblat, "nilai"-nya kurang dihargai. Orang lebih naik darah jika kitabnya diinjak, berbeda jika kitabnya didiamkan hingga usang, tidak dirawat atau sampai dikorupsi -- tidak ada yang marah. Nyatanya kita tidak menghargai makna dari kitab itu, maksud dari kalimat - kalimat Tuhan yang tertera dalam bahasa manusia dan bahan bumi sebagai penampung tulisan tersebut. Semua itu takkan suci seperti yang kita kenal sebagai kitab suci jika makna dari hati Tuhan tak tertera di dalamnya. Tidakkah itu berhala jika lebih marah pada penodaan fisik kitab suci dibanding maknanya?

Kita semua berteriak atas nama agama bak laskar Tuhan, tapi mengasihi yang berbeda saja tidak.. Islam, Kristen, Hindu, Budha sampai Konghuchu mengajarkan kedamaian antar manusia tak peduli dia pacaran sama agama mana. Eh pacaran, jika pacaran kita harus mengenalnya baik, sampai tanggal momen spesial saja harus diingat -- ini beda, kita cuma pemeluk agama, rasanya sama seperti memeluk pohon. Tidak ada hasrat dan cinta didalamnya.

Jujur saja, aku sedang muak oleh kelakuan para penganut agama jaman ini. Mereka senang doa - doa di media sosial, seperti tidak diajarkan beribadah saja.. mereka mempermainkan gambar - gambar agama seperti sebuah meme.. mereka mencari ketenaran atas nama Tuhan dengan sebuah narasi palsu bahkan sampai mencuri dengan itu juga.

Mengapa marah saat agamamu dibilang anjing? Anjing itu dirawat Tuhan, jika tidak dirawat spesies itu sudah punah. Tidak ada yang marah sewaktu ada yang mengatasnamakan agama demi bisnis kotornya, eh ada juga sih.. lagi - lagi eyang subur kena. Tidak cuma dia, banyak lagi yang lebih putih dengan bisnis yang merambah kemana - mana kotornya.

Wahai yang masih memeluk agama, coba sekali - kali kau berpacaran dengannya. Kenali setiap detilnya, baca kitabnya seperti membaca diari kekasihmu yang sedang jauh. Jangan karena pacarmu tidak suka mengantri lantas kau usir orang yang di depannya, nyatanya dia juga mengerti arti mengantri, toleransi -- dan jangan lantas seseorang membakar diari milik kekasihmu lalu dirimu mengamuk, membara membalas dendam. Bukan, bukan diarinya... cerita dan memori yang terkandung di dalamnya yang membuatmu marah jika disia - siakan.

Tak lantas pula jika ada foto kekasihmu yang cantik kau gabung - gabungkan seperti foto model. Tempel sana - sini, ingat tak hanya dirinya, benda atau simbolis yang menggambarkan dirinya pun begitu. Hanya demi menunjukkan kekasihanmu pada sang kasih ke khalayak ramai. Biarlah dirimu dengan Sang Khalik agama yang mengerti kemesraan dirimu dengan Beliau saat kau pacari Beliau lewat agama-Nya. Biarkan yang masih punya mata hati merasakan siapa yang lebih baik.